Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta kewalahan menghadapi lonjakan nilai tunggakan biaya sewa warga yang tinggal di 24 rumah susun atau rusun di Jakarta. Dalam setahun terakhir, jumlah tunggakan utang tersebut naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 50 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Bulan kemarin (akhir Mei) saya update sudah mencapai Rp 50 miliar, kemungkinan sekarang akan naik lagi," kata Kepala Seksi Pengembangan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat DKI Jakarta, Surahman, kepada Tempo, Minggu, 24 Juni 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Koran Tempo edisi Senin, 25 Juni 2018 memberitakan kasus ini dengan judul ‘Tunggakan Sewa Penghuni Rusun DKI Tembus Rp 50 Miliar .’
Surahman akan melaporkan persoalan ini kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mendapat penyelesain. Jika tak segera diatasi dikhawatirkan bakal menjadi beban operasional pemerintah.
Surahman menjelaskan, warga rusun terbagi atas dua golongan. Pertama, warga umum yang lebih taat; kedua, warga bekas relokasi dan penggusuran yang dipindahkan ke rumah susun.
Warga bekas gusuran itulah yang tak patuh membayar sewa. Apalagi mereka yang tergusur tapi tidak mendapat ganti rugi dari pemerintah.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perumahan, Meli Budiastuti, menerangkan, warga bekas relokasi yang menunggak bayar sewa hanya diberi teguran. Berbeda dengan warga umum yang diusir jika dalam waktu tiga bulan tak bayar sewa.
"Kalau warga umum tidak ada etiket baik, kami kosongkan," ucap Meli.
Dinas Perumahan sedang menginventarisasi data terbaru lonjakan utang penghuni rusun kepada pemerintah tadi. Pemerintah, menurut Meli, telah mewanti-wanti melalui sosialisasi agar penghuni tertib membayar sewa. Bahkan nama-nama penunggak juga diumumkan untuk memberi efek jera.
Pemerintah pun memberikan perlakuan khusus kepada penghuni rusun bekas warga relokasi, seperti gratis sewa selama tiga bulan pertama untuk tinggal di rumah susun. Mereka diberi pelatihan kerja untuk meningkatkan pendapatan, termasuk program pemberdayaan ekonomi dari Dinas Koperasi dan Program Ok-Oce.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Rumah Susun Marunda, Murni Sianturi, mengaku kesulitan menagih. Dia sudah mengupayakan berbagai cara agar penghuni melunasi utang, termasuk dengan cara mengangsur setiap bulan. "Jumlahnya banyak dan mereka beralasan tidak memiliki uang," tutur dia.
Menurut Murni, sebagian besar penunggak rusun adalah warga kelas menengah dan miskin. Jumlah utang warga Rusun Marunda memang naik. Tahun lalu jumlah utang Rp 7-9 miliar. Terakhir utang mereka hampir Rp 12 miliar.