Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Viral, Guru SD Curhat ke Nadiem Soal Manipulasi dan Permainan Uang di PPDB Tangsel

Sistem PPDB tingkat SMPN di Tangerang Selatan disebutnya membuat sedih dan sakit hati.

8 Agustus 2023 | 11.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) secara online. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Viral sebuah unggahan di media sosial tentang aduan dan keluhan dari seorang guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang mendapati anak muridnya harus berjejalan dalam rombongan belajar di sebuah SMP Negeri di Tangerang Selatan. Dia berkeluh kesah soal pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang disebutnya sudah menjadi rahasia publik, banyak diwarnai manipulasi, jatah, dan permainan uang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lewat akun twitter @ocehan_zea, guru ini mencurahkan problem PPDB di Tangerang Selatan tersebut kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim. Dia antara lain menanyakan ihwal penerimaan sekolah berbasis online tersebut. Selama dua tahun belakangan menjadi wali kelas 6 di sekolahnya, guru itu mengungkap proses PPDB yang didapatinya, "membuat sedih dan sakit hati."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat diawali dengan penuturannya sebagai guru di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD). "belakangan ini anak-anak kami tertarik melanjutkan ke SMPN. Karena KK (kartu keluarga) Tangsel, jadi kebanyakan melanjutkan di SMPN Tangsel," tulisnya. 

Sebagai guru kelas enam, dia mengaku turut memantau sistem online yang diterapkan pada penerimaan siswa baru tersebut, atau yang dikenal sebagai PPDB. Pada awal menjalankan perannya itu, dua tahun lalu, dia menyatakan sudah menemukan sejumlah kejanggalan dalam hal rekapitulasi nilai calon peserta didik baru di sekolah-sekolah. 

Dia menunjuk kepada kecurigaan terhadap rekapitulasi nilai dari kelas 4 sampai 6 yang, menurutnya, banyak sekali yang mencapai 98. Ini ditemukannya di pendaftaran SMP maupun MTs Negeri. Belum lagi, dia menambahkan, beberapa oknum di jalur zonasi memainkan titik rumah, karena pendaftaran memasukkan titik sendiri. 

Juga  berlaku jatah atau jalur-jalur penerimaan tak resmi, seperti RT dan RW, lurah, camat, DPRD dan Satpol PP. "Justru menjdi mainan dengan bayaran, saya bingung sebenarnya apa fungsi jatah para pejabat?"

Dampaknya adalah dialami para peserta didik. Di sebuah SMP Negeri, dia menyebut satu rombongan belajar bisa sampai diisi sampai 50, bahkan 72 siswa. Para siswa baru itu tidak mendapat fasilitas meja dan kursi dan akhirnya diminta membawa sendiri. Selain mengutip keterangan mantan muridnya sendiri, akun @ocehan_zea menyertakan tangkapan layar kesaksian lain tentang rombongan belajar yang sangat padat itu. 

"Sudah menjadi rahasia publik," katanya sambil menambahkan, "Saya sedih, saya sakit hati, saya khawatir memikirkan anak-anak saya melanjutkan perkembangan diri di lingkungan yang sudah tercemar kepercayaannya." 

Saat diminta tanggapannya, juru bicara Pemerintah Kota Tangerang Selatan Ahmad Syatiri hanya memandangnya sebagai tingginya minat masyarakat di sekolah-sekolah negeri yang  tidak dapat dihindarkan. Menurutnya, mengantisipasi penumpukan peserta didik di satu sekolah dengan menyiasati waktu kegiatan belajar mengajar (KBM). "Ada yang masuk pagi dan ada yang masuk siang," ujarnya. 

Soal jatah atau jalur penerimaan khusus di PPDB untuk para pejabat, Ahmad membantahnya dan tidak dibenarkan. "Karena ini semua sudah by system, jadi kalau ada ASN minta jatah kursi, ya saya rasa itu tidak benar," kata dia.  

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus