Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPINTAS maket Gedung Sarinah baru mengingatkan pada bentuk arsitektur bangunan lama pusat belanja itu ketika diresmikan pada 1960-an. Dalam gambar dan foto transformasi Sarinah yang memperlihatkan perubahan bentuk arsitektur bangunan itu pada 1963, 1990, dan 2021, gedung baru Sarinah nantinya banyak menyuguhkan garis vertikal dan horizontal yang sederhana. Ini mirip dengan arsitektur gedung lama Sarinah pada 1960-an. Yang membedakan, sementara podium (atau dak terbuka) Sarinah lama hanya satu lantai di depan lobi utama, di bangunan baru nanti podium menjadi tiga lantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama PT Sarinah Fetty Kwartati menyebutkan konsep Gedung Sarinah yang kini tengah dalam proses renovasi itu boleh dibilang hendak dikembalikan ke khitahnya. Ada beberapa bagian dari gedung lama yang akan dipertahankan atas rekomendasi tim sidang pemugaran dan ahli cagar budaya. “Rekomendasinya dipertahankan seperti aslinya. Tower gedung, misalnya, bungkusnya akan dicopot sehingga akan terlihat seperti Gedung Sarinah awal 1960-an,” kata Fetty.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses renovasi Sarinah yang dimulai pada Juni 2020 dan direncanakan rampung pada awal November mendatang itu, menurut Fetty, melalui beberapa tahap. Pertama, pembongkaran. Kedua, pembangunan dan pemugaran. Tapi tidak semua bangunan dipugar. “Pemugaran dimulai dari lantai basement hingga lantai 6,” ujar Fetty.
Direktur PT Sarinah Fetty Kwartati di Jakarta, 23 Juli 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dalam pemugaran itu, Sarinah berkonsultasi dengan tim sidang pemugaran dan tim ahli cagar budaya. Dari tim sidang pemugaran, Sarinah mendapat masukan bagaimana membenahi gedung itu agar sesuai dengan kaidah pelestarian. Adapun dari tim ahli cagar budaya, ada kajian terhadap struktur bangunan atau benda yang kiranya berpotensi menjadi cagar budaya untuk dipertahankan.
Menurut ketua tim sidang pemugaran, Boy Bhirawa, dalam sidang awal pada Oktober 2020, mereka membahas eskalator kuno, salah satu ikon Gedung Sarinah yang akan dipertahankan. “Saat itu soal relief patung baru kami singgung,” tutur Boy. “Dalam sidang berikutnya, kami membahas relief patung tersebut.”
Berdasarkan sidang itu, menurut Boy, untuk menyelamatkan dan mengkonservasi relief patung tersebut, timnya memerlukan pendapat ahli cagar budaya. Sebab, relief berada di ruang genset dan terdapat beberapa mesin. Relief itu pun tidak mungkin dipindah karena menyatu dengan lantai, menempel di kolom, dengan material semen dan besi, terdapat pedestal atau fondasi, serta dicor.
Candrian Attahiyat dari Tim Ahli Cagar Budaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, dalam laporan kajian awal, mereka hanya merekomendasikan eskalator kuno dan kolam pantul untuk dipertahankan. “Waktu itu relief patung belum masuk rekomendasi kami,” ucap Candrian. Setelah meninjaunya bersama tim sidang pemugaran, mereka baru melihat relief patung itu ternyata sangat berpotensi menjadi cagar budaya. Lalu mereka menyusulkan rekomendasi untuk mempertahankan relief itu.
Candrian menjelaskan, ada tiga bagian yang kemudian mereka rekomendasikan untuk dipertahankan dan ditampilkan pada Gedung Sarinah yang baru: eskalator kuno, kolam pantul, dan relief patung. “Sarinah mau mengerjakan rekomendasi itu karena mereka ingin menampilkan nilai sejarah pada Sarinah modern nanti,” katanya.
Menurut Fetty, ketiga ikon yang direkomendasikan itu akan menjadi bagian dari narasi sejarah Gedung Sarinah. Sebagai ikon cagar budaya, relief bakal menjadi point of interest Gedung Sarinah yang baru. “Relief itu akan ada di area atrium yang jadi center point yang banyak dilihat dan dipelajari untuk edukasi oleh masyarakat umum,” ucapnya. Area atrium tempat relief itu rencananya disebut Atrium Gallery.
Ardi Yahya, arsitek yang ikut merancang Gedung Sarinah baru, menjelaskan perubahan-perubahan yang akan mewarnai wajah anyar Sarinah. Menurut Ardi, sebagai langkah awal, mereka mencari tahu dulu sejarah gedung itu ketika didirikan pada 1960-an. Dari foto-foto lama yang mereka dapatkan, Sarinah adalah sebuah gedung bergaya internasional 1960-an. Setelah terjadi kebakaran pada 1980-an, gedung ditampilkan dengan gaya pascamodern. “Karena saat ini konsep Gedung Sarinah baru ingin dikembalikan ke fitrahnya, kami putuskan untuk mengembalikan ke gaya aslinya,” tutur Ardi, konsultan arsitektur PT Airmas Asri, saat dihubungi pada Senin, 25 Januari lalu.
Meski konsep rancangan arsitektur dikembalikan ke gaya aslinya, Ardi menambahkan, bangunan harus menampung kebutuhan Sarinah yang sesuai dengan perkembangan saat ini dan gaya hidup zaman sekarang. Menurut Abdul Latief, manajer Sarinah di era awal berdirinya gedung itu, dulu Sukarno menginginkan Sarinah bertanggung jawab atas tiga hal. Pertama, price stabilization—menjadi penstabil harga. Rencananya, ketika itu Sarinah akan berada di seluruh Indonesia. Kedua, mass distribution—untuk distribusi massal kebutuhan bangsa Indonesia, seperti pakaian, bahan makanan pokok, semuanya. Ketiga, konsep untuk memajukan industri dalam negeri. “Mulia sekali konsepnya,” katanya. Namun tentu pada zaman sekarang Sarinah tidak bisa lagi difungsikan demikian.
Sarinah baru tampaknya akan menjadi tempat rendezvous yang menyenangkan. Dak terbuka tiga lantai Sarinah, Ardi menjelaskan, kelak bisa menjadi tempat kongko-kongko outdoor. Keseluruhan podium itu akan menempel tower dan menghadap Jalan M.H. Thamrin. Podium itu akan menjadi ruang luar publik utama dalam bangunan yang memanjang dari selatan ke utara dari arah Jalan Wahid Hasyim sampai Jalan Sunda tempat Bakmi Gajah Mada.
Relief patung, Ardi melanjutkan, akan berada di lantai dasar dekat eskalator kuno, melintang membagi dua atrium. Para pengunjung akan dapat melihat relief dan eskalator kuno dari atrium lantai 2 dan 3 karena relief berada di tengah dinding atrium yang terbuka. Di atrium tersebut, masyarakat juga bisa melihat kaki bangunan lama dari teraso berukuran besar. Menurut Ardi, atrium itu berfungsi memudahkan orientasi masyarakat di dalam bangunan, menghubungkan pedestrian dari utara ke selatan, dan menjadi galeri dengan adanya relief, patung, serta eskalator kuno. “Dari konsep baru ini kelihatan bangunan lama bagian kaki dan bagian bangunan baru bertemu, memadukan old and new,” ujarnya.
Sementara itu, penampakan luar Gedung Sarinah akan dikembalikan ke konsep lama, seperti adanya kolam pantul. Kolam pantul ini akan berada di bagian depan sisi utara dengan ukuran 15 x 15 meter. Lokasi tersebut dipilih karena di sinilah bagian yang paling memperlihatkan bangunan secara keseluruhan. Lalu tangga menuju lantai 2 juga akan dipertahankan. Hanya, tangga itu akan diperlebar dan menjadi amfiteater yang bisa difungsikan untuk kegiatan publik.
Proses renovasi Gedung Sarinah Jakarta, November 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Gedung Sarinah baru juga akan dilengkapi ramp untuk orang dengan disabilitas. Selain itu, tidak ada pagar pembatas dengan trotoar jalan. Plaza dan taman akan ditanami pohon-pohon besar sebagai peneduh di dekat kolam pantul untuk aktivitas publik. Ardi mengungkapkan, ada ruang publik yang asri dan memungkinkan interaksi warga di area luar yang terbuka ini.
Sementara sebelumnya seluruh halaman luar gedung penuh untuk parkir kendaraan, dalam transformasi baru diusulkan konsep yang mendukung lingkungan dengan ruang terbuka hijau, pengurangan kendaraan pribadi, dan penggunaan transportasi publik. “Untuk urusan parkir akan diletakkan di sisi selatan di dekat Jalan Sunda,” ucap Ardi.
Di bagian tower, tutur Ardi, tidak akan ada perubahan, termasuk di area void dan struktur bangunan lain, kecuali penggantian eskalator lawas. Eskalator baru akan menjangkau hingga lantai 6, yang merupakan department store. Selebihnya, hingga lantai 14, yang banyak digunakan sebagai kantor, lift tetap dipakai. Jumlah eskalator juga ditambah di atrium.
Dari sejumlah eskalator lawas, menurut Ardi, nantinya hanya akan ada satu yang dipertahankan sebagai bagian dari memorabilia bersama relief. Bagian eskalator lawas yang masih bagus akan digunakan. Istilahnya: “dikanibal”. Eskalator itu akan berada dekat dengan relief. Mengingat faktor keamanan, eskalator tersebut tidak akan difungsikan penuh. Eskalator akan dihidupkan pada jam-jam tertentu dengan pengawasan petugas. “Ini nanti seperti di Plaza Senayan, ada atraksi jam yang keluar pada jam-jam tertentu,” katanya.
Ardi menuturkan, ada cerita menarik tentang eskalator lawas. Bentuknya kecil, banyak besinya yang sudah patah. Tapi, uniknya, rail pinggirnya terbuat dari kaca cembung (bubble glass). Tim renovasi Sarinah mencoba menghubungi pabriknya di Jepang. “Mereka bilang sudah tidak produksi. Mereka malah kaget, kok, masih ada. Padahal mereka mendesain eskalator itu untuk 50 tahun saja,” ujarnya.
DIAN YULIASTUTI, MOYANG KASIH DEWIMERDEKA, SENO JOKO SUYONO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo