Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

<font color=#FF0066>Ada</font> Linux<font color=#FF0066> Rasa Rawon</font>

Inilah komunitas perempuan Linux Indonesia. Paduan teknologi dan dapur.

11 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan sekali saja Hesti Herawati menjadi bahan ejekan rekannya sesama pegiat teknologi informasi. Hesti menjadi satu-satunya perempuan dalam sebuah forum komunitas sistem keamanan cyber. ”Saya dicuekin abis,” ujarnya.

Pengalaman itulah yang membuat Linux Technical Support Rakdata Jakarta ini bersemangat ketika mendapat tawaran bergabung dengan komunitas pegiat Linux khusus kaum hawa. Komunitas ini digagas rekannya yang berdomisili di Taiwan, Nur Aini Rakhmawati, dan anggota perempuan komunitas Linux di Surabaya. Mereka aktif berkomunikasi melalui Internet. Akhirnya semua sepakat membuat Kelompok Linux Cewek Indonesia yang diluncurkan pada 8 Desember lalu.

Hesti didaulat untuk mendandani Penguin sebagai lambang umum Linux. Setelah dipoles, jadilah penguin feminin ini: rambut kepang dua terjuntai dari topi putih yang menyerupai koki restoran. Selendang tersandang dengan tulisan Miss Linux, mirip Miss Universe. ”Seorang cewek Indonesia yang jago masak dan ngoprek Linux terpilih menjadi Miss Linux sedunia,” ujar alumni Politeknik Negeri Semarang ini.

Nama kelompok itu disingkat menjadi Kluwek. Ada sekitar delapan orang yang menjadi perintis. Markasnya ada di kluwek.linux.or.id. Kluwek diadopsi dari nama sejenis biji yang biasa dipakai sebagai bumbu untuk masakan seperti rawon. Ada yang menyebut kluwek sebagai kepayang, keluak, atau pucung. Mereka pun membuat motto: meskipun kami suka mengoprek Linux, kami juga suka mengoprek dapur.

Kluwek bertujuan sebagai wadah bertukar pengalaman dan diskusi berkaitan dengan teknologi open source. Kluwek juga diharapkan bisa mendorong kaum hawa semakin bersahabat dengan teknologi.

Setelah peluncuran, Kluwek mulai mendapat respons dari berbagai wilayah. Ada yang dari Bandung, Semarang, Yogya, Kendari, Makassar, hingga Aceh. Adhe Elvi Situmeang, misalnya, anggota asal Aceh, bergabung dengan komunitas ini karena ingin berbagi pengalaman dan berkenalan dengan sesama pengguna. Dia mengatakan, awalnya mengenal Linux ”dipaksa” departemen tempatnya bekerja. ”Tapi sekarang saya tak memiliki alasan untuk tak memakai Linux. Daripada membajak,” kata Adhe.

Karena anggotanya ada di beberapa wilayah, Kluwek mengadakan pertemuan melalui obrolan lewat Internet. Mereka mengadakan pertemuan pertama pada 12 Januari lalu. Selasa dua pekan lalu, komunitas ini menunjuk Yuyun Kusuma, Project Manager ICT Watch, sebagai ketua. Menurut Yuyun, Kluwek masih dalam pembenahan internal. ”Tapi kami bertekad serius supaya komunitas ini lebih eksis,” ujar Yuyun.

Kluwek membuka pendaftaran dengan tiga syarat sederhana: wanita, suka Linux, dan warga negara Indonesia. Pengetahuan tentang Linux tak jadi soal. Anggota Kluwek bisa merupakan programmer atau hanya pemakai biasa. Yuyun mengatakan, Kluwek diharapkan bisa menjaring semua pegiat Linux Indonesia. Banyak perempuan yang melek teknologi open source tapi tak terlacak karena belum memiliki wadah.

Setiap anggota Kluwek bebas memilih nama samaran. Syaratnya, harus menggunakan nama bumbu dapur. Ada kencur, kunyit, kapulaga, jahe wangi, ketumbar, cabe rawit, selasih, bawang putih, lada, seledri, kayu manis, merica, pandan, hingga kemangi.

Saat ini baru 14 orang yang memiliki identitas khusus di Kluwek. Anggota Kluwek itu memang jauh dibandingkan pegiat laki-laki. Nur Aini Rakhmawati, penggagas Kluwek, dalam tulisannya di blog mengatakan, wanita saat ini memang lebih banyak memilih hobi yang tak terkait dengan teknologi. Kalaupun ada yang menekuni, umumnya memilih bagian dokumentasi. Bukan pada area teknis seperti coding atau menulis program. ”Saya di Kluwek hanya sebagai sukarelawan,” kata mahasiswi S2 di Taiwan ini melalui surat elektronik.

Minimnya jumlah wanita dalam teknologi itu memang sudah gejala global. Tengoklah Google Summer of Code 2007 yang diikuti 900 peserta dan 1.500 mentor. Dari peserta yang berasal dari 90 negara itu, hanya ada empat persen perempuan, termasuk Nur Aini. Ini adalah program reguler tahunan yang memberikan pendanaan kepada programmer mahasiswa untuk berpartisipasi dalam beberapa proyek open source.

Meski terbilang sedikit, beberapa wanita sudah menempati posisi penting dalam dunia Linux internasional. Salah satunya Leslie Hawton, ketua panitia Google Summer of Code 2007. Ada juga figur lain seperti Mitchell Baker (Presiden Mozilla Foundation), Allison Randal (Presiden Perl Foundation), atau Zaheda Bhorat (Manager Open Source Programs, Google).

Perempuan juga membuat sejumlah komunitas bertaraf internasional seperti LinuxChix, Debian Women, Ubuntu Women, Gnome Women, Fedora Woman, atau Apache Women. Ada juga kumpulan peneliti wanita di bidang jaringan komputer, N2Women (Networking Networking Women). Nur Aini menjadi anggota di beberapa komunitas perempuan aktivis Linux internasional itu. ”Linux sifatnya open source, jadi selalu bersemangat membagi ilmu dengan sesama pengguna,” kata Nur Aini.

Ketua Yayasan Penggerak Linux Indonesia, Rusmanto Maryanto, mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak perempuan yang mengoprek komputer, termasuk Linux. Hanya jumlahnya masih lebih sedikit dibandingkan laki-laki. ”Tapi, dalam pengamatan saya, secara kualitas laki-laki dan perempuan hampir sama,” kata Pemimpin Redaksi Infolinux ini.

Rusmanto mengatakan, minimnya peran perempuan itu berlaku juga di bidang teknologi lainnya. Misalnya terlihat dari jumlah mahasiswa di jurusan elektro, teknik komputer, informatika, instrumentasi, atau telekomunikasi. Perempuan yang aktif dalam dunia teknis umumnya tak suka popularitas.

Menurut Rusmanto lagi, perempuan sedikit memasuki dunia teknis komputer dan Linux karena merasa kurang teman. Untuk itulah komunitas semacam Kluwek sangat diperlukan. Komunitas diperlukan karena kebutuhan meningkatkan kuantitas dan kualitas. Tapi, kalau jumlah wanita yang menggeluti Linux sudah setara dengan laki-laki, Rusmanto mengatakan tak perlu lagi ada komunitas berdasarkan gender.

Kebutuhan programmer open source terus bertambah dari tahun ke tahun. Rusmanto mengatakan, Kluwek bisa memanfaatkan kecenderungan ini dengan menampung makin banyak anggota. Menurut dia, aktivis Kluwek harus lebih terbuka, sehingga lebih banyak peminat. ”Buatlah kegiatan untuk meningkatkan kualitas, misalnya pelatihan,” ucap Rusmanto.

Yandi M.R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus