Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

'Ngamen' di Internet, Siapa Untung?

Situs-situs menawarkan jual-beli lagu lewat internet. Selain ada peluang bagi musisi dan industri rekaman, pembajak juga mengintai.

12 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMUSIK Kathy Fisher memang tidak meraih Grammy Award tahun ini. Namun, ia layak mengangkat segelas sampanye dan tak perlu malu kepada Santana, yang menjadi bintang penghargaan musik itu. Pekan lalu, Farm.com, sebuah perusahaan rekaman di internet yang didirikan oleh petinggi Universal Music, Doug Morris, dan Jimmy Iovine dari Universal's Interscope Geffen A&M, telah sepakat untuk mengontrak Fisher senilai ratusan ribu dolar.

Tawaran itu merupakan sebuah prestasi yang lumayan bagi musisi yang telah hampir setahun mengamen di situs musik Farm.com dan di negerinya sendiri dianggap ''bukan siapa-siapa" itu. Sebab, perusahaan rekaman yang menawari Fisher kontrak itu tergolong besar (major label).

Kini, kesempatan yang dimiliki Fisher bisa juga dinikmati musisi Indonesia. Sebab, sebuah situs portal musik, Xudio (www.xudio.com), pekan lalu memperkenalkan diri di Jakarta. Portal musik ini didirikan oleh tiga anak muda Singapura, Alex Sootho, Newton Cheng, dan Jeremy Tan, dengan modal ventura sebesar Rp 7,1 miliar.

Portal pecahan Catcha.com ini menyediakan pelbagai informasi mengenai musik dan contoh bermacam jenis musik gratis untuk di-download dalam format dokumen yang sedang populer saat ini, MP3. Para musisi juga dapat mengirimkan (upload) karya cipta mereka ke situs tersebut. Yang menarik, Xudio menyediakan musik-musik berwarna lokal dengan bahasa setempat pula. Jadi, jangan heran bila sebagian besar koleksi portal tersebut berupa musik Asia. Pada kategori Indonesia, misalnya, terlihat ada beberapa musisi yang sudah ngamen, menunggu pengakses.

Selain Xudio, Soundbuzz (www.soundbuzz.com) kini juga tengah melakukan ancang-ancang untuk mengetuk pintu Indonesia, Mei mendatang. Situs yang dikelola di antaranya oleh orang-orang eks-MTV—Sudhanshu Sarronwala dan Shabnam Melwani—ini membidik pasar Asia. Tapi, menurut perwakilan Soundbuzz Indonesia, Ria T. Sirdjono, situsnya berisi segala macam tentang musik, bukan cuma informasi mengenai musik dan musisi Indonesia, melainkan juga mancanegara. ''(Situs) itu sebenarnya sama dengan toko kaset Duta Suara," Ria menjelaskan kepada TEMPO. Bedanya, sementara Duta Suara berjualan kaset dan compact disc (CD) album lagu-lagu, situs itu berjualan single.

Seperti di Xudio, lagu-lagu itu juga dijual dalam format MP3 dan dilindungi dengan suatu sistem keamanan (encryption). Kalau pengakses berminat pada suatu lagu, misalnya, dia bisa mendengarnya lebih dulu. Barulah setelah itu ia men-download-nya dengan membayar sejumlah uang. Untuk setiap lagu yang dibeli, pembeli akan diberi satu personal identification number (PIN). Nomor PIN ini berguna untuk melindungi lagu-lagu yang sudah dibeli, agar tak dapat diputar di sembarang tempat ataupun digandakan. ''Karena itu, Soundbuzz sebenarnya sangat legal," kata Ria.

Toh, bagi pemusik papan atas Indonesia, Indra Lesmana, kehadiran situs musik di internet bisa menguntungkan sekaligus merugikan musisi. Dia, misalnya, tetap khawatir bakal terjadi pembajakan karya cipta. Katakanlah ada pengakses yang mengumpulkan lagu-lagu itu, lalu menjual lagi dalam format cakram padat (CD) bajakan ataupun MP3. ''Nah, kalau begitu, artinya kan merugikan," kata putra jawara jazz Jack Lesmana ini.

Situs semacam Xudio dan Soundbuzz, di mata Indra, lebih cocok sebagai ajang pendidikan musisi pemula. Ia lebih tertarik pada cara pemasaran melalui website pribadi dan penjualan langsung (direct selling). Caranya, dengan menaruh (upload) satu sampel audio file, berisi 10 atau 15 detik potongan lagu, yang bisa diambil (download) dan didengarkan oleh para pengguna internet. Kalau suka, mereka dapat memesan rekaman versi kompletnya dalam bentuk cakram padat. Lewat cara ini, pembajakan pun dapat dikurangi.

Sementara itu, salah satu perusahaan rekaman besar, Sony Music, menyatakan, industri rekaman memang sedang direpotkan oleh pembajakan lagu lewat internet. Di satu pihak, internet menyajikan akses yang lebih luas untuk promosi dan distribusi. Tapi, di sisi lain, penggunaan internet tanpa pengamanan yang memadai dapat menyuburkan pembajakan.

Cakram MP3, misalnya, kata Promotion Assistant, Marketing and Sales, Press and Publication Sony Indonesia, Sundari, bisa menyimpan dokumen lagu hasil download dari internet. ''Kami merasa dirugikan oleh fasilitas dari peranti lunak itu," ujarnya. Jual-beli lagu lewat internet rupanya masih harus menghadapi banyak tantangan.

Wicaksono, Hendriko L. Wiremmer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus