Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Bahaya Kejahatan Berbasis AI, Pelaku Berani Tiru Wajah Eksekutif Perusahaan

Recorded Future mengungkap beberapa modus kejahatan berbasis AI. Pelaku semakin berani memakai deepfake.

22 Maret 2024 | 11.49 WIB

Gambar tangkapan layar video yang memperlihatkan perbedaan antara rekaman asli dengan deepfake. Credit: Kanal YouTube WatchMojo
Perbesar
Gambar tangkapan layar video yang memperlihatkan perbedaan antara rekaman asli dengan deepfake. Credit: Kanal YouTube WatchMojo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan keamanan siber yang berbasis di Amerika Serikat, Recorded Future, mengingatkan soal modus kejahatan berbasis fitur kecerdasan buatan atau AI yang harus diwaspadai sepanjang tahun ini. Bahaya yang datang dari pemakaian teknologi pintar, antara lain deepfake atau pemalsuan rupa dalam foto dan video, serta pengintai malware untuk meretas perangkat pengguna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merujuk rilis Recorded Future yang diterima Tempo, deepfake dan pengintaian malware semakin canggih dalam menarget korbannya, terutama karena kehadiran AI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Recorded Future menguji keterbatasan dan kemampuan model AI yang dipakai dewasa ini, mulai dari model bahasa besar (LLM), model gambar multimodal, serta text-to-speech. Entitas itu kemudian menemukan bahwa tiga model AI tersebut sangat rentan diretas pelaku kejahatan siber.

Data dari Recorded Future itu sejalan dengan informasi yang digalang Tempo dari perusahaan keamanan siber, seperti Kaspersky, Crowdstrike, maupun praktisi lokal di bidang tersebut. Mayoritas praktisi berpendapat bahwa tidak ada sistem digital di masa kini yang benar-benar kebal dari peretasan.

Berdasarkan temuan teranyar Recorded Future, modus deepfake sudah sangat merugikan. Peretas meniru bentuk wajah dari eksekutif sebuah perusahaan, lalu membuat suatu rekaman palsu. Rekaman yang diproduksi dalam bentuk wawancara, klip audio, bahkan video presentasi, dipakai untuk menipu pegawai di suatu perusahaan. Wajah eksekutif hasil AI itu tampak begitu meyakinkan sehingga bisa mengecoh para korban.

Perkembangan AI juga menyumbang konten disinformasi dalam skala besar dan menyasar khalayak tertentu. Kecerdasan buatan itu ditugaskan, secara otomatis, untuk menyusun konten berdasarkan teks hingga gambar.

Konten yang bertebaran di internet bisa jadi merupakan hasil kloning dari situs web lain, bahkan dari situs resmi pemerintahan. Akibatnya, data yang diberikan kepada pembaca di media online menjadi bias. Alih-alih memudahkan pekerjaan manusia, teknologi AI malah bisa menimbulkan halusinasi atau kekeliruan.

Tim Recorded Future mengajak pengguna internet dan pemilik perusahaan untuk berinvestasi pada sistem deteksi malware berlapis. Tujuannya agar pelaku kejahatan siber tidak mampu meretas dan membobol perangkat pengguna.

Alif Ilham Fajriadi

Bergabung dengan Tempo sejak November 2023. Lulusan UIN Imam Bonjol Padang ini tertarik pada isu perkotaan, lingkungan, dan kriminalitas. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus