Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari rumah kontrakan di Jalan Sangkuriang, Bandung, permainan ini muncul. Sebuah permainan yang menggali sejarah kerajaan di Indonesia, Nusantara Online. Permainan asli bikinan sejumlah mahasiswa di Bandung ini bisa dimainkan seribu orang sekaligus.
Permainan ini mampu menyedot banyak pengunjung Indonesia Game Show 2008 di Jakarta Convention Center, November lalu. Dalam pra-tayang di situs Youtube, game ini ditonton lebih dari 2.000 orang. Ada lima warnet yang menjadi game center Nusantara Online. ”Akhirnya Indonesia punya game online sendiri,” komentar seorang pengunjung.
Nusantara Online hadir di tengah krisis game buatan Indonesia. Saat ini permainan online masih dikuasai produk impor atau adaptasi game luar negeri. Ada beberapa permainan lokal yang muncul tapi kemudian redup hingga mati, seperti Kurusetra. ”Untuk itu kami akan mengaktifkan industrinya dulu,” kata Direktur Teknis Sangkuriang Studio, Mohammad Octamanullah Sugandi, yang biasa dipanggil Oka.
Latar belakang permainan ini adalah bumi Nusantara abad ke-13. Pemain bisa memilih kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan Pajajaran. Oka mengatakan game ini masih terus dikembangkan sehingga nantinya akan melingkupi semua kerajaan di Indonesia. Cerita dan tokohnya berdasarkan riset serta survei di lapangan. Inilah yang menjadikan permainan ini game edukasi terbaik Indonesia 2007.
Nusantara Online muncul dari idealisme sekelompok mahasiswa yang ingin mengaplikasikan ilmunya dengan membuat game yang mendidik, bukan game berdarah-darah. Mereka menyulap rumah kontrakan menjadi Sangkuriang Studio, dan Oka sebagai manajer proyeknya.
Sangkuriang Studio bekerja sama dengan Telegraph Studio menggarap lebih serius isi permainan ini. Telegraph memasok bahan audiovisual serta riset sejarah kerajaan. Mereka menggali bahan dari perpustakaan hingga mengunjungi situs kerajaan di Palembang. ”Rekonstruksi bahan visual memang paling berat,” kata Direktur Audio Visual, Rama D. Wiana.
Mayoritas penghuni studio Sangkuriang dan Telegraph adalah mahasiswa Institut Teknologi Bandung, Sekolah Tinggi Seni Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Padjadjaran. Dari kantong mahasiswa itu game berkembang. Padahal biaya operasional studio bisa mencapai Rp 25 juta sebulan. Mereka pun mengerjakan proyek sampingan, seperti desain web atau pemrograman, untuk kelangsungan permainan ini. ”Kami optimistis, industri game sudah marak,” ujar Rama.
Yandi M.R., Ahmad Fikri (Bandung)
Sangkuriang Studio dan Telegraph Studio
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo