Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketekunan Pius M. Sumaktoyo memang luar biasa. Sudah 22 tahun ia mengembangkan peranti lunak penerjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya. Pria 55 tahun ini tak mau hanya berhenti di situ. Ia juga ingin programnya, Rekso Translator, bisa bekerja untuk bahasa Jerman. Program ini merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya, yang dinamainya Transtool.
Cara kerja Rekso cukup sederhana. Dengan memasukkan file atau teks yang akan diterjemahkan, dalam sekejap hasilnya akan muncul. Tentu saja tidak sesempurna yang diinginkan. Maklum, bahasa juga menyangkut gaya dan tata kalimat. Namun software ini terbilang lumayan. Terjemahannya tidak lagi kata per kata, tapi sudah berwujud serangkai kalimat.
Dibandingkan dengan Transtool yang menerjemahkan kata per kata, boleh dibilang ini versi yang lebih baik. Kinerja seperti ini cukup memuaskannya. Buktinya, penjualannya tidak pernah sepi, meski juga, menurut pengakuan Pius, tidaklah laris seperti gorengan. ”Ada saja,” katanya merendah. Salah satu pemakainya adalah sebuah perusahaan tambang yang membeli dalam jumlah besar.
Tentu saja Pius tak menduga hasil karyanya ini bisa bermanfaat bagi orang banyak. Pada awalnya, tahun 1986, dia hanya ingin membantu kakaknya yang bekerja sebagai penerjemah. Namun, karena ia sibuk bekerja sebagai konsultan teknologi informatika di berbagai perusahaan, proyek ini sempat menjadi nomor dua.
Utak-atik dilakukan sambil menekuni pekerjaannya. Ia lama mendapatkan hasil karena teknologi komputer pada masa itu terbilang seperti keong. Tak hanya Cobol, program yang andal saat itu, punya banyak keterbatasan. ”Kapasitas menyimpan memori pun terbatas. Bahasa programnya juga sering kali menyusahkan,” katanya. Gara-gara itu, program yang dibuatnya sering macet di tengah jalan.
Singkat kisah, setelah kemajuan teknologi beringsut membaik, dia pun memindahkan pemrogramannya ke Paradox, yang memiliki platform Windows. Hasilnya lumayan. Dengan kegigihannya, dia berhasil menciptakan program penerjemahan. Masih sederhana tentu saja. Namun Pius merasa sudah cukup. Dia pun mencoba menjual program itu. Eh, banyak yang berminat.
Lagi-lagi soal teknologi yang jadi kendala. Bayangkan, untuk meng-install program itu di komputer kliennya, dia membutuhkan 22 buah disket. Hasilnya? Selain lelet minta ampun, ternyata tak semua program itu tertanam dengan baik. Hanya ada 10 yang berhasil. ”Ah, aku malu sekali,” katanya.
Kegagalan itu membuat penasaran. Sampai akhirnya, dua tahun kemudian, yakni pada 2001, program itu sudah lebih sempurna. Dia pun memakai nama Transtool untuk programnya itu. Kini, dengan nama baru Rekso Translator, software ini telah dilengkapi dengan 5.000 kata dan idiom. Tidak hanya itu, program ini ditambah dengan 9.000 istilah kedokteran. Harga software ini tergolong lumayan mahal. Untuk satu user dan versi jaringan, harganya Rp 935 ribu, sedangkan dua pengguna Rp 1,65 juta.
Di waktu mendatang, dia pun akan membuat bahasa lainnya, yakni Jerman.
Tapi kenapa namanya Rekso? ”Itu singkatan dari rekayasa software. Tapi dalam bahasa Jawa berarti merawat atau memelihara,” katanya. Melalui peranti lunaknya, barangkali inilah cara Pius merawat bahasa Indonesia.
Irfan Budiman
Pius M. Sumaktoyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo