Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AYU Mega Silvia Gultom mengira ada pengawal pribadi dalam aplikasi Buddy Guard yang iklannya ia baca di Instagram pada Januari lalu. Mega terpikat oleh aplikasi itu lantaran cocok dengan kebutuhannya sebagai perantau dari Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Ia hanya tinggal berdua dengan saudara perempuannya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. "Biar adik saya tidak merasa diawasi. Juga agar tidak tersesat kalau sedang berjalan-jalan," ujar Mega seraya menunjukkan beberapa manfaat dari aplikasi untuk telepon seluler pintar tersebut.
Tiga fitur Buddy Guard yang diandalkan Mega adalah Family Guard, Panic Button, dan Report Button. Melalui fungsi Family Locator pada fitur Family Guard, ia dapat terus-menerus mendeteksi keberadaan sang adik yang kuliah di Institut Kesenian Jakarta itu dari ponselnya. Ia juga menerima pesan pemberitahuan jika adiknya tiba atau pergi dari satu lokasi, misalnya kampus atau rumah. "Tak perlu lagi selalu bertanya di mana dia, yang terkesan memata-matai," kata perempuan yang berprofesi sebagai perancang grafis ini.
Dengan Buddy Guard, Mega dan adiknya saling menjaga dan memperhatikan. Apalagi mereka jarang bisa berkomunikasi dengan orang tua yang bukan pengguna teknologi mutakhir. Menjadi pendatang di Ibu Kota membuat Mega beranggapan akan menghadapi birokrasi berbelit ketika melaporkan kejadian ke polisi. "Lebih baik pakai Report Button. Tidak repot lagi," ucapnya.
Report Button adalah fitur pelaporan tindak kriminalitas atau kedaruratan lain. Pengguna bisa merekam atau mengambil foto kejadian, lalu mengunggahnya ke aplikasi sebagai barang bukti kejadian kriminal. Muhammad Fardhan, pendiri dan chief executive officer perusahaan rintisan pembuat Buddy Guard, mengatakan salah satu alasan fitur Report Button ini diciptakan adalah sebagai antisipasi bagi orang yang ingin membantu korban tapi takut disangka pelaku kejahatan.
Fardhan meyakini masyarakat Indonesia masih memiliki rasa gotong-royong tinggi meski akhir-akhir ini sikap tersebut agak pudar. "Contohnya, kita sering melihat, saat terjadi kecelakaan lalu lintas, banyak orang spontan membantu korban," kata Fardhan. "Sikap gotong-royong inilah yang mau kami angkat lagi melalui fitur Panic Button," ujar mantan aktor sinetron yang sudah empat setengah tahun berhenti dari dunia hiburan ini.
Panic Button, menurut Fardhan, serupa dengan 911 di Amerika Serikat atau Triple Zero di Australia. Pengguna yang menekan Panic Button akan terhubung ke pusat komando Buddy Guard di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Operator memastikan lokasi pengguna dan menanyakan jenis kedaruratannya. Operator juga menghubungi instansi berwenang sesuai dengan jenis kedaruratan: polisi, dinas kebakaran, atau ambulans yang terdekat dari lokasi korban.
Pada saat yang sama, operator mengirimkan sinyal permintaan bantuan kepada para pengguna Buddy Guard dalam radius lima kilometer dari tempat kejadian. "Harapannya, ada pengguna yang bisa membantu korban sebelum polisi atau ambulans tiba," ujar Fardhan. Namun Buddy Guard juga bisa menurunkan Tim Respons Cepat (QRT) yang terdiri atas seorang personel pengamanan sipil dan dua polisi dari Satuan Samapta Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya ke tempat kejadian.
Fardhan mengatakan perusahaannya baru memiliki tiga shift QRT untuk pelayanan 24 jam. "Kami menyadari tiga personel untuk menjangkau wilayah DKI Jakarta yang luas sangat sulit. Kami berharap dukungan penuh dari instansi-instansi lain," tuturnya. Apalagi, merujuk pada data Polda Metro Jaya, pada 2017, ada empat kejadian yang dilaporkan tiap satu jam. Menurut dia, jumlah ideal personel QRT yang siaga adalah 50-100 orang.
Pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi masalah sumber daya pengamanan ini. Dia melihat ada potensi melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja yang jumlahnya mencapai 4.950 personel. "Kalau di setiap kelurahan, yang jumlahnya 267, itu ada pusat komado seperti di kantor Kemang ini, pasti cepat sekali Satpol PP tiba di lokasi kejadian jika ada masyarakat yang menekan Panic Button," Fardhan menjelaskan.
Berbeda dari Buddy Guard, aplikasi Mytra.id yang dikembangkan PT Astra Graphia Information Technology (AGIT) tidak mengalami kendala soal petugas keamanan. Menurut Gina Permana, Mytra Business Leader, Divisi Owned Solutions AGIT, untuk memberikan layanan pengamanan secara on-demand, pihaknya berkolaborasi dengan sesama anak usaha Astra International, yakni PT Sigap Prima Astrea. "Tenaga pengamanan Sigap telah lolos tahapan penelitian latar belakang diri melalui pelatihan profesional dan mendapatkan sertifikasi. Di Jakarta ini, Sigap memiliki 5.000 personel," ujar Gina.
Menurut Nuarintyas Ashar Lisesar, analis pemasaran Owned Solutions AGIT, kolaborasi ini menjadi kekuatan Mytra, yang membedakannya dengan aplikasi pengamanan lain. "Aplikasi lain menggunakan tenaga keamanan crowd-sourcing yang risikonya sangat tinggi. Kami lebih mengutamakan kualitas security, kami tidak mau sekadar jumlah petugas keamanan yang banyak."
Sejak diluncurkan pada 18 Februari hingga awal Maret lalu, aplikasi Mytra telah diunduh hampir 4.000 kali. Menurut Gina, pelanggan yang disasar adalah kelas menengah atas karena sudah sangat melek teknologi dan terkait dengan gaya hidup yang cenderung ingin nyaman dan mengurangi risiko. "Kalangan artis, politikus, dan ekspatriat memiliki kebutuhan pengawalan lebih tinggi," tuturnya. Termasuk para pebisnis yang ingin dikawal ketika melakukan transaksi bisnis atau kontrak besar.
Selain menyediakan fitur pengawalan pribadi, Mytra memberikan layanan pengamanan rumah bagi pelanggan yang berlibur atau mudik dan layanan pengamanan kegiatan. Untuk layanan pengawal pribadi (Personal Guard), Mytra mengenakan tarif Rp 100 ribu per jam untuk layanan minimal tiga jam. Untuk pengamanan rumah (Home Guard) selama 12 jam, tarifnya Rp 600 ribu. Sedangkan untuk mengamankan kegiatan selama delapan jam, biayanya Rp 500 ribu dengan Rp 100 ribu untuk tiap satu jam tambahan.
Lain halnya dengan Buddy Guard. Aplikasi yang sejak diluncurkan 5 November tahun lalu ini masih menggratiskan keempat fiturnya: Family Guard, Panic Button, Report Button, dan Call Guard. "Kami masih ingin menaikkan traffic dulu. Mulai Mei ini, untuk Family Guard akan dikenai biaya bulanan yang sangat terjangkau," ujar Muhammad Fardhan. Untuk satu pengguna, biayanya Rp 29 ribu dan bagi pengguna keluarga terdiri atas empat orang dikenai biaya Rp 89 ribu. Sampai awal Maret lalu, menurut Fardhan, sudah ada 8.400 pengguna aktif.
Baik Buddy Guard maupun Mytra.id baru beroperasi penuh untuk wilayah Jakarta. Sebagian area Kota Bekasi dan Kota Tangerang sudah dijangkau Buddy Guard, tapi keseluruhan Jabodetabek baru akan digarap pada tahun ini. Setelah Jakarta, kota dengan tingkat kriminalitas tertinggi, Buddy Guard akan menjangkau Surabaya dan Medan. Sedangkan Mytra.id akan berekspansi ke Bali sebagai tempat para ekspatriat.
Meskipun sama-sama menawarkan layanan pengamanan terhadap diri ataupun aset, Buddy Guard dan Mytra.id memiliki cara dan tipe pelanggan berbeda. Buddy Guard mencoba memanfaatkan komunitas pengguna dan memberdayakan layanan publik yang ada, sedangkan Mytra mengandalkan sumber daya pengamanan melalui economic-sharing.
Dody Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo