Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Domain situs diatur oleh satu lembaga yang disebut Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). ICANN ditunjuk oleh pemerintah Amerika Serikat, sebagai negara asal internet. Caranya, domain itu dikelompokkan hanya dalam beberapa kategori besar dan disebut sebagai top level domain (TLD). Sesuai dengan aturan itu, setiap nama situs diberi kode tambahan (sufiks) yang menunjukkan karakteristik situs tersebut, umpamanya .com (untuk perusahaan komersial), .org (untuk organisasi nirlaba), .edu (untuk lembaga pendidikan), atau .mil seandainya merujuk pada situs milik militer.
Ada pula sufiks yang menunjukkan asal negara tempat situs yang bersangkutan beradadisebut country code TLDcontohnya .id untuk Indonesia, atau .sg untuk Singapura. Kode negara itu diresmikan pada pertengahan 1990-an, dan sampai sekarang tercatat 244 sufiks yang disetujui. Sejak akhir 1980, ICANN tidak mengeluarkan baik TLD maupun country code TLD baru.
Kini ada peluang menciptakan domain barumembuat sufiks lain di belakang alamat sebuah situsmisalnya dengan tambahan .news (untuk situs berita), .shop (untuk situs toko), .banc (untuk bank), atau .travel (untuk biro perjalanan). Peluang ini muncul setelah ICANN berkongres di Yokohama, Jepang, 16 Juli 2000, dan menyetujui adanya tambahan domain baru.
Proses pengajuan permintaan domain baru (aplikasi) oleh perusahaan yang mendapatkan izin untuk menjualnya (registrar) akan dimulai Agustus, dan baru pada akhir tahun ini para registrar dan nama usulannya akan diseleksi. Proses seleksi itu akan dilakukan pada pertemuan ICANN berikutnya, Oktober, di Los Angeles. Setelah lolos seleksi, para registrar boleh menjualnya ke publik.
Ketua ICANN, Esther Dyson, memperkirakan domain-domain baru akan mulai muncul akhir tahun ini atau awal tahun depan. Namun, tidak ada satu pun yang tahu persis seperti apa dan berapa jumlah tambahan nama domain baru itu sampai November nanti.
Apa makna keputusan ICANN bagi pengguna internet dan masyarakat secara luas? Ketertiban atau justru kekacauan? Masih belum jelas. Keputusan itu sendiri agaknya lahir karena beberapa hal. Salah satunya adalah menguatnya fenomena munculnya situs berdomain .com atau dikenal sebagai perusahaan "dotcom".
Menurut pengamat internet dari Yogya, Roy Suryo, selama ini ada semacam salah kaprah. Orang telanjur menganggap internet identik dengan sesuatu yang berakhiran .com. Dotcom menjadi mantra prestisius yang diburu pemilik situs. Hampir semua orang ingin punya situs berakhiran .com. Akibatnya, muncul ekses jual-beli nama berakhiran dotcom yang gila-gilaan dan tidak masuk akal, sampai jutaan dolar. Padahal, resminya harga sebuah dotcom cuma beberapa puluh dolar. "ICANN tampaknya ingin mengoreksi kesalahkaprahan ini," kata Roy. Selain itu, tampaknya ada semacam kejenuhan orang terhadap nama berakhiran dotcom.
Namun, kata Roy, domain baru mungkin akan menambah bingung orang. Sebab, jika kelak ada dua nama yang mirip, misalnya amazon.com dan amazon.shop, bagaimana orang mengetahui bahwa yang menjual buku adalah yang pertama. Apalagi mengingat selama ini ICANN tidak tegas mengatur soal domain itu. Orang bisa saja punya domain .com, meski usahanya tidak termasuk kategori komersial.
Budiono Darsono, pemimpin redaksi situs berita Detikcom, segendang sepenarian. Perubahan nama hanya akan membingungkan pelanggan setia sebuah situs. Situsnya, umpamanya, sudah dikenal dengan nama itu. Jika harus berubah, jelas tidak menguntungkan. Ia menyatakan lebih baik menunggu perkembangan, melihat dulu seberapa jauh peraturan baru ICANN akan mengikat. "Seandainya tidak terlalu ketat seperti selama ini, ya, tidak perlu ganti nama," tutur Budiono.
Nah, bagi perusahaan internet yang hendak membuka situs baru, Roy menyarankan agar menunggu keputusan final ICANN. Alasannya, daripada sekarang mengumumkan nama kemudian berubah lagi. Jadi, nama itu penting.
Wicaksono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo