Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Jumlah Software Bajakan Bertambah

Nilai pembajakan software mencapai Rp 11,2 triliun.

16 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA -- Dalam tiga tahun terakhir, kepolisian gencar merazia pengguna software atau perangkat lunak bajakan, terutama di warung Internet. Pemilik warnet yang kedapatan menggunakan peranti lunak ilegal langsung diproses secara hukum.

Namun akhir-akhir ini aparat penegak hukum kewalahan dalam memberangus para pembajak. Bahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengaku kelabakan menghadapi tingginya pelanggaran hak cipta, khususnya perangkat lunak.

"Sekarang pembajakan merajalela. Bikin lemas," kata Agung Damarsasongko, Kepala Seksi Pertimbangan Hukum dan Mitigasi, Direktorat Hak Cipta, Kementerian Hukum dan HAM, beberapa waktu lalu.

Keluhan Agung bukan tanpa sebab. Menurut hasil penelitian Business Software Alliance (BSA), Indonesia menduduki peringkat ke-11 sebagai negara dengan tingkat pembajakan tertinggi di dunia pada 2010.

Sebanyak 87 persen dari program yang diinstal pada komputer pribadi adalah produk tanpa lisensi dengan nilai software sebesar US$ 1,32 miliar atau sekitar Rp 11,2 triliun.

"Sepuluh persen dari jumlah itu (Rp 1,1 triliun) adalah potensi pendapatan negara dari pajak pertambahan nilai (PPN)," kata Kepala Perwakilan BSA di Indonesia, Donny Alamsyah Sheyoputra.

Angka pembajakan itu lebih besar dibanding pada 2009, yang mencapai 86 persen dengan nilai US$ 886 juta. Adapun negara dengan persentase pembajakan software terbanyak di dunia adalah Georgia, yang mencapai 93 persen.

Uniknya, kata Donny, dalam penelitian yang dilakukan kepada 15 ribu orang itu, sebanyak 85 persen di antaranya mendukung perlindungan terhadap hak cipta pembuat software dengan cara membayar lisensi.

Lebih dari 95 responden juga mengaku lebih senang menggunakan software resmi ketimbang bajakan karena dianggap lebih baik dan aman.

Temuan yang bertolak belakang itu, kata Donny, lantaran banyak pengguna komputer yang tidak memahami cara mendapatkan software berlisensi secara benar. "Mereka bahkan tidak tahu apakah program yang digunakan itu asli atau bajakan," katanya.

Cara menggunakan software ilegal ini biasanya dilakukan dengan membeli satu peranti lunak berlisensi yang kemudian diinstal ke beberapa komputer. Cara lain dengan mengunduh program dari jaringan peer-to-peer (P2P).

Peranti lunak ilegal yang paling banyak digunakan adalah software antivirus; program untuk kegiatan kantor, seperti office; dan software untuk olah foto dan desain grafis, misalnya Corel Draw dan Photoshop.

Upaya yang paling efektif untuk mengatasi pembajakan software, menurut Donny, bukanlah dengan cara merazia. "Yang terpenting adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat," katanya.

Pemerintah, Donny menambahkan, juga telah membentuk Direktorat Penyidikan di Kementerian Hukum dan HAM yang personelnya dapat melakukan tindakan hukum kepada para pelaku pelanggaran hak cipta.

Menurut Donny, belum ada pelaku pembajakan software di Indonesia yang mendapat hukuman setimpal. "Rata-rata hanya dijatuhi hukuman percobaan." Hanya ada satu kasus, yakni di Surabaya. Jaksa menuntut dua terdakwa pengguna software ilegal dengan hukuman dua tahun penjara.

Djarot Subiantoro, Ketua Umum Asosiasi Peranti Lunak Indonesia (Aspiluki), mengatakan lemahnya tindakan hukum membuat para pencipta software enggan memperkenalkan idenya kepada orang lain. "Mereka takut ide tersebut disontek."

Djarot pun menyarankan agar kesadaran untuk tidak menggunakan software bajakan masuk kurikulum pendidikan nasional.RINI KUSTIANI | ANTON WILLIAM

Negara Pembajak Software Terbesar

1. Georgia 93 persen

2. Zimbabwe 91 persen

3. Yaman 90 persen

4. Bangladesh 90 persen

5. Moldova 90 persen

6. Armenia 89 persen

7. Venezuela 88 persen

8. Belarusia 88 persen

9. Azerbaijan 88 persen

10. Libya 88 persen

11. Indonesia 87 persen

Negara dengan Nilai Pembajakan Software Tertinggi

1. Amerika SerikatUS$ 9,5 juta

2. Cina US$ 7,7 juta

3. Rusia US$ 2,8 juta

4. India US$ 2,7 juta

5. Brasil US$ 2,6 juta

6. Prancis US$ 2,5 juta

7. Jerman US$ 2,1 juta

8. Italia US$ 1,9 juta

9. Inggris US$ 1,8 juta

10. Jepang US$ 1,6 juta

11. Indonesia US$ 1,3 juta

Sumber: Business Software Alliance

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus