SEKITAR tiga ribu penonton terpaku. Dengan khidmat mereka mendengarkan bunyi konser yang mengalun merdu di aula simfoni Universitas Davies, San Francisco, pekan lalu. Sementara itu, mata mereka memandang ke panggung dengan takjub, ke arah seorang pemain biola yang sedang berduet dengan sebuah komputer. Sebuah komputer? Ya, ternyata suara konser penuh yang mengiringi pemain biola dari San Francisco Symphony itu memang bersumber dari sebuah komputer. Itu memang bukan sembarang komputer. Itulah komputer pribadi NEXT, karya terbaru Steven P. Job, si jenius penemu komputer pribadi (PC) Apple 12 tahun silam. Ketika itu Job, bersama Stephen G. Wozniac, berhasil membuat revolusi dalam dunia komputer. Yakni dengan menciptakan komputer Apple II yang segera mempopulerkan memasyarakatnya komputer pribadi (PC). Antara lain karena harganya terjangkau dan penggunaannya yang relatif mudah bagi orang awam. Maka, pemuda gondrong, berewokan, dan gemar bersandal itu lantas menjadi jutawan dalam usia belum lagi 30. Perusahaannya, yang didirikan dalam sebuah garasi sewaan yang berantakan itu, kini berubah menjadi bisnis raksasa berkeuntungan puluhan milyar rupiah setahunnya. Namun, ironisnya, Job dan Wozniac sudah tak lagi berada di Apple Computer Inc. itu. Dua tahun silam keduanya hengkang untuk membuat produk baru. Hanya A.C. Markkula, cukong yang memodali mereka, yang tinggal di Apple. Agaknya, membesarnya perusahaan -- yang menuntut berlakunya manajemen konvensional membuat kedua jenius urakan itu tak betah. Didahului dengan pertengkaran sengit dengan para manajer profesional yang mereka kontrak -- akhirnya keduanya memilih hengkang. Tentu bukan sekadar kabur untuk pensiun berongkang-ongkang menikmati saham mereka yang ratusan milyar rupiah itu. Wozniac mendirikan perusahaan Cloud Nine yang berupaya membuat remote control canggih yang hingga kini belum ketahuan bagalmana hasilnya itu. Yang sudah ketahuan adalah komputer NEXT, buah akal Steven Job. Ini adalah jawaban sang industriwan muda, 33 tahun, terhadap tantangan sekelompok universitas beken AS. Universitas Carnegie-Mellonlah yang mengorganisasi 18 universitas AS ini dalam Interuniversity Consortium for Educational Computing (ICEC), alias konsorsium antaruniversitas untuk komputer pendidikan. ICEC ini "menantang" berbagai produsen komputer untuk menghasilkan komputer grafis standar dengan harga di bawah 17 juta rupiah. Pasalnya, jenis komputer yang memenuhi standar ICEC saat ini harganya sekitar 35 hingga 70 juta rupiah. NEXT, agaknya, mampu menjawab tantangan ini. Sebab, harganya diperkirakan hanya 11 juta rupiah dan kemampuannya bahkan lebih baik dari persyaratan yang diminta. Bayangkan, memorinya 8 megabytes alias tiga kali lipat PC model terbaru di pasaran. Media penyimpan datanya menggunakan piringan optik pertama yang dapat ditulis dan dibaca, alias berkapasitas menyimpan milyaran karakter dalam sebuah disket-nya. Untuk menampilkan data yang "segudang" itu disediakan layar yang berukuran lebih besar dari biasanya dan lebih tajam gambarnya karena berbutir lebih halus. Gambar-gambar itu dapat dibuat bergerak seperti video, kalau perlu. Dan jika ingin memaparkan gambar di layar ke atas kertas tersedia juga pencetak laser (laser printer) berukuran separuh dari yang tersedia di pasar saat ini, tapi kehalusan gambarnya 80% lebih tajam. Selain mata dimanjakan, ternyata, telinga juga diperhatikan oleh si Job. Bayangkan, suara yang dikeluarkan NEXT ternyata stereo dan berkualitas prima sepadan dengan yang dihasilkan piringan optik (laser disc). Ditambah lagi komputer ini mampu menjalankan lebih dari satu program dalam waktu yang sama. Alhasil, pemakai komputer dapat menggambar, mengolah data sambil mendengarkan musik prima sekaligus. Asyik, bukan? Wajarlah kalau banyak yang menyambut si NEXT ini dengan bersemangat. "Ini adalah komputer kecil terbesar di dunia," kata Greg Stephens, ahli program komputer yang menyaksikan peragaan itu. "Jelas, akan menggoyang dunia komputer," komentar Mark Kibbey, direktur pengotomatisasian perpustakaan di Universitas Carnegie Mellon. Kegairahan serupa, agaknya, diharapkan Job juga akan datang dari konsumen incarannya. Mereka adalah 12 jutaan mahasiswa dan 600 ribuan dosen. di sekitar 3.000 perguruan tinggi di AS. Karena itulah NEXT dirancang sebagai komputer rekayasa (engineering zoorkstation) yang penggunaannya semudah menjalankan PC. Untuk menghasilkan gabungan kelebihan yang muskil ini memang tak mudah. Job terpaksa menggunakan papan rangkaian elektronik yang pembuatannya 100% oleh robot. Ini kabar buruk bagi pembuat PC tiruan (clone), terutama di negara berkembang, yang biasanya mengandalkan buruh murah di industri rumah tangga itu. Agaknya, kemuskilan-kemuskilan inilah yang menyebabkan NEXT terlambat satu tahun dari rencana yang dicanangkan pada 1985. Namun, pengorbanan satu tahun agar menghasilkan produk prima ini ternyata tak lepas dari kritik. William H. Gates, bos pembuat program terkemuka Microsoft Corp., menganggap NEXT tak menghasilkan terobosan inovasi baru, melainkan hanya "sebuah microprocessor dalam kotak seperti lainnya". Kalaupun ada kelebihan, menurut pakar Steve Christensen dari Pusat Superkomputer Universitas Illinois, tak ada yang benar-benar baru. "Semua produsen juga bergerak ke arah sana, hanya saja ia sampai duluan," katanya. Namun, itulah sebenarnya yang terjadi pada Apple II dahulu. Semua produsen berlomba membuat PC populer yang pertama, tapi Job dan Wozniac yang -- kendati tak bermodal besar -- ternyata sampai duluan. Karena itu, nama NEXT (yang berikut) agaknya cocok bagi komputer yang akan dipasarkan akhir tahun depan ini. Hanya saja masih harus diuji apakah NEXT akan mengulangi sukses Apple II. Jika ya, mungkinkah Job akan hengkang lagi sepuluh tahun kemudian dan membuat AFTER NEXT (sesudah yang berikut)? Bambang Harymurti (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini