KAIN kafan Yesus, yang semula diyakini sejumlah pemeluk Katolik sabagai yang asli, masih mengundang kontroversi. Gereja Katolik sendiri, Selasa pekan lalu, mengumumkan bahwa analisa ilmiah menunjukkan kain kafan sekarang disimpan di Katedral Turin, Italia itu bukan dari abad pertama. Dalam suatu konperensi pers, Uskup Agung Turin, Kardinal Anastasio Ballestrero, yang selama ini membawahkan tempat penyimpanan barang suci itu, menyebutkan: hasil tes radiokarbon yang dilakukan tiga lembaga peneliti independen, di tempat yang terpisah, menunjukkan asal kain kafan dimaksud dari tahun 1260-1390. Lalu Kardinal Ballestrero menganjurkan agar umat Katolik tetap melanjutkan penghormatan mereka. Kain yang diyakini bergambar bekas luka dan tubuh Yesus itu, meski sudah ada pembuktian secara ilmiah: bukan yang asli. Tapi penelitian itu, kata Ballestrero, tak akan menutup sama sekali riwayat "buku" kain itu. "Masih ada beberapa pasal lain tentang kisah atau misterinya," katanya. Hasil penelitian usia kain kafan tersebut dengan sistem karbon memang ditunggu, baik oleh yang percaya maupun yang tidak. April lalu, misalnya, beberapa potongannya dikirim ke tiga laboratorium di Inggris, Amerika Serikat, dan Swiss. Hasilnya, seperti diumumkan Ballestrero, kain yang tersimpan di kota kelahiran mobil Fiat itu baru berusia sekitar 700 tahun. Kain kafan itu disimpan dalam sebuah peti perak, sejak 470 tahun lalu, di sebuah kapel di Katedral Turin. Kain yang menguning itu dipajang di balik kaca antariksa buatan NASA (AS). Penyelidikan dengan teknologi modern oleh para ilmuwan dimulai 1978. Keaslian kain kafan itu mengundang debat sejak dipertunjukkan di depan umum pada pertengahan abad ke-14. Namun, orang Katolik yang percaya tidak terguncang dengan berbagai upaya penelitian yang menyangsikan keasliannya. Dari kain kafan bergambar "seorang laki-laki disalibkan" itu sering terpancar mukjizat yang dialami para peziarah. Pembungkus mayat dari Turin itu berupa sehelai kain berukuran 405 x 110 sentimeter. Mulai dihormati di Prancis, dipercayai sebagai pembungkus mayat Yesus. Pada 1518, kain itu dibawa ke kapel kerajaan di Turin, Italia, dan dipamerkan di sana setiap beberapa puluh tahun. Berdasar penyelidikan pada 1978, para peneliti membuktikan secara pasti: gambar pada kain itu tak mungkin dibuat oleh seorang pelukis abad pertengahan. Sebab, pada waktu itu belum tersedia teknik maupun pengetahuan tentang anatomi yang begitu sempurna tentang cara penyaliban. Misalnya mengenai bekas luka cambuk Romawl bermata timah, cara mengalirnya darah dan upaya membuat gambar berwarna cokelat muda yang secara negatif tertera pada gambar kain. Gambar itu juga bukan cetakan langsung darah dan keringat Yesus pada kain itu. Diperkirakan, cetakan halus badan pada kain pembungkus mayat itu diakibatkan oleh suatu daya yang seakan "menghanguskan" permukaan kain. Prosesnya semacam penyinaran yang tidak terlalu lama, sehingga tak sampai menembus ke balik permukaan kain. Ketika pertama kali difoto (1898), pada negatif muncul gambar positif badan orang yang disalibkan. Setelah itu, ahli sejarah, kriminologi, tekstil, patologi, kimia, dan biologi mengadakan penelitian mengenai umur kain dan sifat gambarnya. Penyelidikan dengan teknik dan metodologi modern diadakan pada 1978. Kain kafan dengan gambar tubuh manusia yang luka bolong pada tangan, kaki, dan lambung serta luka sobek akibat didera di sekujur tubuh itu, menurut penelitian itu bukan hasil karya lukis dengan menggunakan cat. Kain ditenun dengan cara yang biasa dilakukan pada abad-abad pertama di Timur Tengah, dan sisa-sisa serbuk ramuan yang tertinggal di sela-sela anyaman benang sebagian berasal dari tumbuhan yang hanya terdapat di Palestina, Turki, dan Eropa Tengah. Ketiga teori itu mendukung analisa sejarah bahwa kain itu berasal dari Edessa (sekarang Urfa di Syria) abad pertama atau kedua. Kain kafan dengan gambar itu, dikisahkan, pada 944 dibawa ke Konstantinopel. Lalu kain itu dirampas seorang kesatria Perang Salib dan disimpan di sebuah benteng Ordo Tempel (1204) sampai ordo ini dibasmi raja Prancis, 1307. Kain kafan kemudian disembunyikan salah seorang anggota keluarga ordo itu hingga dipertontonkan pertama kali (1357) di Kota Liery, Prancis. Meski para ahli memastikan bahwa kain itu berasal dari abad pertengahan, Kardinal Ballestrero menekankan, "Setelah ada hasil penelitian ini, kami tak punya jawaban yang tepat untuk menjelaskan bagaimana gambar Yesus itu dibuat." Selama ini, belum ada bukti yang menunjang hipotesa yang menjelaskan gambar tersebut. Gereja hingga kini belum pernah secara resmi mengumumkan bahwa kain kafan itulah yang dipakai membungkus jenazah Yesus. Namun, Gereja juga tidak mengecilkan hati atau mencegah umatnya yang percaya bahwa kain kafan itu asli dari Yesus. Itu terlihat dalam suatu pengumpulan pendapat yang dilakukan sejumlah koran Italia, pekan lalu, sehubungan dengan penemuan baru lewat penelitian usia melalui sistem karbon. Umat yang selama ini berziarah dan yakin bahwa itu kain kafan Yesus dari abad pertama ternyata tak terusik. "Bagi kami, tidak ada yang berubah," kata seorang pimpinan biara para suster Kapusin. "Dalam beberapa kasus, kain kafan itu jelas menampakkan gambaran bahwa Yesus benar-benar pernah menderita, sama seperti gambar orang suci lainnya." Pastor Giovanni Luciano, salah seorang yang bertugas memelihara dan menjaga kain kafan itu, malah tak percaya pada hasil tes usia dengan sistem karbon itu. "Saya sudah memegang dan melihatnya sekitar lima kali," katanya. Pihak Vatikan, pusat Gereja Katolik, yang diberi tahu hasilnya 29 September lalu menunjukkan rasa puas terhadap penelitian itu. Namun, Gereja juga yakin, penemuan itu belum berhasil menyingkap tabir misteri kain kafan itu. "Kini kami baru tahu umurnya, tapi belum mengetahui dari mana asalnya," kata Profesor Lungi Gonnella. Ia penasihat ilmu pengetahuan bagi Kardinal Ballestrero. Dan menurut Joaquin Navarro, juru bicara Vatikan, "Walau beberapa bisa dijelaskan secara ilmiah, toh masih banyak yang belum terungkapkan." A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini