Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamis pagi pekan ini, 172 juta penduduk Indonesia berhak memberikan suara dalam pemilihan umum legislatif. Malamnya, partai pemenang pemilu sudah bisa diketahui. Semua hanya berlangsung dalam hitungan jam: cepat dan akurat.
Sebelum 2004, tak pernah terbayangkan hasil pemilu dapat diketahui pada hari yang sama. Berkat metode hitung cepat atau quick count, masyarakat tak perlu menunggu lama untuk mengetahui hasilnya. Inilah metode hitung suara yang sudah menjadi tradisi di negara demokrasi.
Namun hak masyarakat untuk mendapat informasi cepat hampir terpasung. Penyebabnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Salah satu ketentuan dalam pasal 245 menyebutkan, lembaga survei dilarang mengumumkan hasil quick count pada hari pemungutan suara.
Beruntung, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia pekan lalu. Mahkamah menghapus tiga ketentuan dari pasal 245, yakni larangan mengumumkan hasil quick count pada hari pemungutan suara, larangan menggelar survei pada hari tenang, dan ketentuan pidananya.
”Kalau Mahkamah Konstitusi memutuskan hasil perhitungan cepat bisa diekspos kapan pun, KPU tak punya pilihan,” kata Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, pekan lalu.
Komisi sebenarnya juga memiliki sistem penghitungan cepat sejenis quick count, namun itu tak akan dijadikan patokan dalam menentukan hasil suara yang sah. ”Yang sah adalah penghitungan manual yang dilakukan KPU,” ucap Anshary.
Hasil pemilu cepat tak hanya membuat masyarakat diuntungkan. Partai politik dan calon anggota legislatif pun banyak terbantu. O.K. Hidayatullah, calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Kebangsaan, misalnya, mengaku quick count dapat membantu dia mengambil langkah berikut dengan cepat pula.
Hitung cepat biasanya dilakukan oleh lembaga independen seperti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Lembaga Survei Indonesia (LSI), Lembaga Survei Nusantara (LSN), dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Namun belakangan beredar peranti lunak metode quick count yang ditawarkan kepada calon anggota legislatif secara individu. Hidayatullah sempat terkesima dengan banyaknya iklan penjualan peranti lunak ini di Internet. Dengan mengetik: software quick count di mesin pencari Google, ia langsung disuguhi sederet tautan ke situs penjual paket peranti lunak itu.
Ya, menjelang pemilihan umum legislatif tahun ini penawaran paket peranti lunak quick count bak jamur di musim hujan. Apalagi penentuan anggota legislatif kali ini berdasarkan mekanisme suara terbanyak. Dengan quick count, segala penyimpangan diharap bisa terdeteksi secara dini.
Harga yang dipasang bervariasi, mulai Rp 2 juta hingga puluhan juta rupiah. Fasilitas yang ditawarkan antara lain peranti lunak quick count, seperangkat telepon seluler untuk pengiriman data, hingga satu set komputer yang digunakan sebagai server.
Mekanisme kerjanya pun tak jauh berbeda dengan yang dilakukan lembaga survei. Saksi melakukan pengiriman hasil penghitungan suara di tingkat TPS menggunakan telepon seluler yang terenkripsi. Sistem dengan peranti lunak khusus kemudian melakukan verifikasi atas validitas input tersebut.
Jika validasi berhasil, sistem selanjutnya mencatatkan pada data penghitungan sementara. Setelah semua terkumpul, sistem melakukan penghitungan terhadap suara yang masuk. Hasil itulah yang digunakan sebagai hasil quick count.
Meski begitu, tak semua calon anggota legislatif terpikat dengan tawaran tersebut. ”Memang kami perlukan sebagai data pembanding, tapi saya masih mempercayai hasil dari lembaga survei yang ada,” ucap Hidayatullah, 43 tahun.
Kredibilitas lembaga survei independen memang masih diakui. Sebab, sejak quick count digunakan dalam Pemilu 2004, hasilnya hampir tak pernah meleset. Sebagai contoh yang dilakukan LP3ES. Perbedaan hasil quick count LP3ES dengan perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum antara 0,01 persen dan 1,1 persen untuk pemilu legislatif 2004.
”Kami mengadakan quick count bukan untuk melihat siapa menang atau kalah. Quick count adalah sebagai bagian instrumen pemantauan,” ucap Kepala Divisi Penelitian LP3ES, Fajar Nursahid. ”Dari situ bisa terlihat berapa suara yang tak sah, atau berapa yang rusak. Ini sebagai pembanding bagi KPU.”
LP3ES memilih sampel sangat hati-hati. Dengan mempertimbangkan jumlah pemilih di tiap daerah secara proporsional, mereka menetapkan 2.000 TPS sebagai sampel. Tentu saja, daerah dengan jumlah pemilih lebih banyak mendapatkan sampel yang sesuai. Untuk bisa merepresentasikan keadaan yang sebenarnya, kondisi desa-kota pun dipertimbangkan.
Misalnya, di Yogyakarta terdapat 2.000 desa dengan 600 desa urban dan 1.400 desa rural, atau 3 berbanding 7. Maka, bila diperlukan, misalnya, untuk 100 sampel TPS di Yogya, pemilihannya akan sesuai dengan proporsi 3 : 7 tersebut. ”Untuk memilih desa dan TPS pun dilakukan secara acak menggunakan komputer,” ucap Fajar Nursahid.
Quick count pada dasarnya adalah metode ilmiah yang digunakan untuk mengetahui hasil akhir pemilu dengan cara sampling. Quick count dilakukan berdasarkan pengamatan langsung di TPS yang telah dipilih secara acak. Unit analisisnya adalah TPS.
Kekuatan data quick count bergantung pada bagaimana sampel itu ditarik. Sebab, sampel tersebut yang akan menentukan mana suara pemilih yang akan dipakai sebagai basis estimasi hasil pemilu. Sampel yang ditarik secara benar akan memberikan landasan kuat untuk mewakili karakteristik populasi.
Selain dengan metode sampling, quick count juga dapat dilakukan dengan pengumpulan data riil atau sebenarnya. Ini yang akan dilakukan PT Mitra Mandiri Informatika, penyedia layanan quick count bagi Komisi Pemilihan Umum dalam pemilu legislatif tahun ini.
Menurut Oong Sugiono, General Manager Services PT Mitra Mandiri Informatika, metode pengumpulan hasil suara yang mereka gunakan bukan sampling. ”Yang kami lakukan adalah mengumpulkan data di tingkat kecamatan, bukan TPS,” ujar Oong.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, alur rekapitulasi perhitungan suara adalah Ketua Panitia Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU Pusat.
Dengan alur tersebut, untuk mengetahui hasil pemilu secara manual akan memakan waktu cukup lama. Sebab, setiap tahapan harus dilakukan validasi. Untuk itu PT Mitra Mandiri akan memperpendek alur dengan mengambil data di tingkat PPK. ”Nah, yang kami lakukan adalah menjemput data tersebut di kecamatan, sehingga selisih waktunya hanya sehari dari pemilu,” kata Oong.
Di tingkat kecamatan sudah disediakan lembaran khusus untuk rekapitulasi data bagi teknologi informasi. Data-data tersebut selanjutnya dimasukkan dengan sistem terintegrasi. ”Jadi, dalam dua hari, 80-90 persen hasil pemilihan sudah bisa dilihat.”
Untuk menunjang data entry digunakan peranti lunak bernama Requick berbasis Java. ”Ini 100 persen buatan Indonesia,” ucap Oong. Platformnya open, sehingga dapat dijalankan di mana saja. Dari komputer untuk memasukkan data dikirim melalui jaringan ke server pusat.
Dalam perhelatan akbar kali ini disiapkan tiga server penunjang: satu untuk database, satu untuk aplikasi, dan satu lagi untuk reporting yang dapat diakses oleh banyak orang. Demi keamanan, tiap server dilengkapi enkripsi.
”Pasti banyak hacker yang mencoba menerjang. Jadi kami harus menangkal secara berlapis-lapis,” Oong menjelaskan. Selain tiga server tersebut, juga ada satu server cadangan. ”Untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu.”
Firman Atmakusuma
Metode Sekuriti SMS Quick Count
Satu nomor HP untuk satu TPS
Satu nomor HP untuk banyak TPS
Sistem kode
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo