Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua perusahaan punya rahasia, tapi di Apple semuanya rahasia.
Di kantor pusat Apple di Cupertino, California, Amerika Serikat, rahasia itu tersimpan di ruangan-ruangan tertutup. Banyak yang tak berjendela. Bila pun ada, kacanya kedap cahaya. Pintunya cuma satu dan selalu terkunci.
Sebagian besar ruangan ini semipermanen, tempatnya bisa berpindah-pindah, kecuali sebuah ruangan tempat Jonathan Paul Ive, kepala desain produk Apple, berkantor.
Itulah ruangan yang oleh Jon Rubinstein, mantan eksekutif senior Apple, disebut "ruang isolasi". Akses ke kamar tanpa jendela itu cuma satu: melalui pintu yang selalu terkunci secara otomatis. Taruhan, kuncinya memakai teknologi enkripsi 128 bit, sehingga dengan mesin pencacah kode biasa diperlukan 157 ribu triliun hari untuk memecahkan kombinasinya.
Di sana Ive dan Steve Jobs, yang meninggal pada Oktober tahun lalu, menggodok semua lini produk Apple—mulai iPod, iPhone, iPad, hingga iMac. Pintu menjadi batas demarkasi. Semua hal yang dikerjakan di kamar itu, mulai rancangan produk hingga topik diskusi, tak boleh melewati pintu tersebut, hingga tiba waktunya produk itu diperkenalkan ke publik. Seperti pada Rabu dua pekan lalu, di Yerba Buena Center for the Arts, San Francisco.
Inilah saatnya Apple menunjukkan tablet iPad terbarunya, satu tahun lima hari setelah iPad 2 diluncurkan. Perkenalan pertamanya saja sudah mengejutkan banyak penggila Apple. Tablet ini, ujar bos Apple, Tim Cook, adalah "The New iPad".
iPad—OMG, hanya iPad! Apa susahnya menambah embel-embel angka 3 di belakangnya, toh produk sebelumnya bernama iPad 2 dan produk terlawasnya bernama iPad 1. Tapi Cook punya alasan. Tablet ini harus disebut "iPad baru" karena melakukan lompatan dalam resolusi layar. Resolusinya quadruples, setara dengan retina display 2.048 x 1.536, kira-kira dua kali di atas spek layar full high definition.
Para pengamat tak cuma kecele setelah mendengar namanya. Beberapa spesifikasi tak sesuai dengan rumor yang berkembang di media massa selama ini: prosesornya A5X dual-core, bukan A5 quad-core; resolusi kamera 5 megapiksel, bukan 8 megapiksel; ukuran diagonal layar tetap 9,8, bukan 7 inci. Apple juga tak membenamkan Siri, asisten pribadi digital yang suaranya kadang genit kadang sok tahu, seperti diperkirakan.
Padahal, setiap kali media massa mengabarkan bocoran tentang produk iPad 3, kalimat pembukanya selalu "menurut sumber tepercaya di Apple". Bila tidak, "menurut sumber yang dekat dengan Apple", dan sejenisnya.
Rubinstein mengaku maklum bila rumor mengenai iPad meleset jauh dari kenyataan. Di Apple, ujarnya, menjaga rahasia adalah harga mati. "Ini seperti organisasi teroris."
Ada dua konsekuensi jika pegawai tertangkap meloloskan rahasia Apple: dipecat tidak hormat dan dimahkamahkan. Seperti pada Hou Penga dan Lin Kecheng, dua karyawan Foxconn, perusahaan Cina yang merakit iPad untuk Apple. Setelah dipecat, keduanya diseret Apple ke pengadilan.
Hasilnya, Hou Penga dihukum 14 bulan penjara, Lin Kecheng mendapat jatah dua bulan lebih sedikit. Keduanya juga harus membayar denda. Penadah informasi itu, Xiao Chengson, pemilik MacTop Electronics, dibui 18 bulan.
Xiao memiliki alasan kuat mempertaruhkan bisnisnya demi mendapat sepotong informasi tentang iPad. Info itu akan membuat perusahaan pemasok aksesori Apple miliknya bisa start lebih dulu dari pesaingnya. Ada pula yang berupaya memburu serpihan proyek Apple untuk menjadi yang terdepan dalam menyajikan informasi, seperti yang dilakukan berbagai situs teknologi.
Ahli ilmu saraf David Eagleman telah mengkaji efek dari atmosfer kerja di Apple yang kental dengan kerahasiaan itu. Dalam bukunya, Incognito, ia menyatakan cara bekerja penuh rahasia seperti di Apple buruk bagi kesehatan. "Dampaknya pada kesehatan otak," katanya.
Pegawai, ujar Eagleman, pada akhirnya tak bakal tahan menyimpan rahasia dan akan membaginya dengan orang lain. Tapi Apple punya jurus jitu untuk mengatasi kecenderungan ini. Karyawannya tak tahu persis produk yang sedang dikerjakan. "Itu kelebihan Apple," ujarnya.
Karyawan Apple memang bisa segera tahu bila ada proyek rahasia di kantornya. Tandanya: ketika tukang bangunan datang dan mengubah desain ruangan.
Bila mereka datang, bakal ada sekat pemisah baru di ruangan. Pintu berubah posisi. Sistem pengamannya diperketat. Jendela yang sebelumnya tembus pandang dikedap-cahayakan. Beberapa ruangan malah tak berjendela sama sekali.
Lalu segala hal harus melewati prosedur rahasia. Tak ada informasi yang bisa masuk atau keluar tanpa alasan jelas. Kartu identitas biasa tak berlaku. Tapi proyek apakah itu? Tak ada karyawan yang tahu secara utuh.
"Karyawan dan proyek yang dikerjakan seperti potongan teka-teki," kata Rubinstein. "Gambaran keseluruhan teka-teki itu hanya para petinggi perusahaan yang tahu."
Mantan petinggi Apple ini mengisahkan soal tersebut kepada Adam Lashinsky, wartawan senior majalah Fortune. Lashinsky telah mengungkap sisi lain Apple ini dalam bukunya, Inside Apple: How America’s Most Admired—and Secretive—Company Really Work. Buku ini diterbitkan pada Januari lalu.
Kerahasiaan ini terbukti bermanfaat. Dengan cara ini, Apple menjadi trendsetter. Kegunaan lainnya adalah agar citra produk yang sedang dijual tak jatuh terlalu cepat. Jika konsumen tahu produk apa yang akan muncul, ujar Lashinsky, "Mereka akan menunda membeli produk Apple yang ada."
"Ini terjadi pada iPhone 4," dia menambahkan. Tahun lalu, ketika tersiar kabar iPhone generasi kelima bakal hadir dengan spesifikasi yang jauh lebih hebat, penjualan iPhone 4 langsung seret.
Namun main rahasia di perusahaan serakÂsasa Apple tidaklah mudah. Para pemburu info pun mendekati karyawan Apple yang baru diangkat, karena lebih sulit mengorek informasi dari petinggi. Cara tersebut lumayan ampuh, sehingga semakin banyak informasi produk Apple yang bocor ke publik.
Petinggi perusahaan berlogo apel growak itu dilaporkan tak tinggal diam. Mereka menerapkan sejumlah strategi kontraÂspionase. Ini strategi mahal.
Misalnya, Apple belakangan menempatkan semua calon karyawan di sebuah proyek fiktif. Mereka diberi tugas seolah-olah sedang mengerjakan proyek baru. Setelah terbukti loyal, mereka baru ditetapkan sebagai karyawan dan dilibatkan dalam proyek Apple yang sesungguhnya. Masalahnya, berapa lama mereka menjalani proses magang tak bisa dipastikan.
Ada operasi kontraspionase lainnya. Untuk mengawasi karyawan tetap, menurut situs teknologi Gizmodo, Apple merekrut sepasukan polisi rahasia. Mereka langsung melapor ke CEO.
Divisi ini dinamai Worldwide Loyalty Team. Tugasnya "membersihkan" Apple dari orang-orang yang berpotensi membocorkan rahasia, terutama di Apple Store di seluruh dunia. Mereka dibantu mata-mata yang keberadaannya bahkan tak diketahui oleh manajer tokonya.
Cara kerja polisi rahasia ini mirip kisah film Man in Black. Bedanya, di MIB, petugasnya berjas hitam, sedangkan seragam polisi rahasia ini saat bertugas adalah jaket kulit hitam. Manakala ada indikasi kebocoran informasi di salah satu Apple Store, mereka akan datang ke toko itu. Toko itu lalu diisolasi.
Semua telepon seluler karyawan dikumpulkan. Data di dalamnya disedot, termasuk SMS dan foto. Jika ada karyawan yang menolak diinvestigasi, mereka langsung dipecat.
Dengan metode tak lazim inilah Apple berhasil tumbuh subur selama satu dekade, padahal sebelumnya perusahaan ini hampir bangkrut. Kini Apple adalah perusahaan dengan aset US$ 462 miliar atau sekitar Rp 4.204 triliun, melebihi kas pemerintah Amerika, di atas gabungan harta Microsoft dan Google, serta tiga kali anggaran belanja tahunan negeri kita.
Firman (techland.time, theinquirer, tech.fortune.cnn)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo