Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

digital

Seberapa Sulit Terapi Judi Online Dibanding Game dan Narkoba? Begini Kata Psikiater RSCM

Penanganan pasien yang terkena gangguan jiwa imbas judi online tidak bisa disamakan dengan terapi kecanduan game online atau sejenisnya.

26 Juli 2024 | 17.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater Konsultan Adiksi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Kristiana Siste Kurniasanti, mengatakan penanganan pasien yang terkena gangguan jiwa imbas judi online tidak bisa disamakan dengan terapi kecanduan game online atau sejenisnya. "Ternyata tata laksana terapinya berbeda antara kecanduan judi dengan kecanduan game online," ucapnya dalam seminar web yang digelar oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Sabtu, 26 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siste sendiri sempat menangani pasien dengan gangguan kejiwaan akibat judi online selama tiga tahun terakhir. Untuk memakai metode khusus untuk terapi adiksi atau pengobatan kecanduan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, pasien gangguan jiwa imbas judi online semakin marak ditemukan setelah berlalunya pandemi Covid-19. Pada periode tersebut, akses pinjaman daring bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat. Pernyataan tersebut didasari cerita beberapa pasien yang berobet ke Klinik Adiksi RSCM.

Dari pengalaman Siste sejauh ini, ada beragam motivasi yang membuat orang terjerumus ke dalam permainan tersebut. Selain masalah finansial, judi online biasanya menular lewat lingkungan. Para pemainnya terbuai dengan iklan-iklan yang beredar di media sosial.

Beberapa pemain bahkan mengalami kecanduan tahap akut, dipicu oleh hasrat yang menggebu-gebu untuk bermain judi. Imbasnya adalah utang dan pinjaman yang semakin menumpuk.

"Pecandu judi online tidak memikirkan uang pinjaman atau uang pribadi yang habis. Dia hanya berpikir cara untuk menang dan akhirnya terbuai dengan hayalannya," ujar Siste. Dia menceritakan adanya pasien yang berpengalaman memenangkan Rp 80 juta, padahal sudah mengeluarkan modal hingga Rp 2 miliar.

Pada kasus judi online, adiksi atau kecanduan berasal dari perilaku. Hal ini berbeda dengan kecanduan narkoba yang mempengaruhi fisik. Menurut Siste, penanganan candu game lebih mudah diobati. Pasien hanya perlu dijauhkan dari perangkat permainannya. Dalam kasus gangguan jiwa akibat judi online, perlu tekad kuat dari pasien.  

“Serta pengurangan beban eksternal yang menganggu. Misalnya pelunasan hutang dan sejenisnya," ujarnya.

Siste menyebut pecandu judi online dikembalikan ke lingkungan yang sudah terpapar permainan tersebut. Meski sudah sembuh, perilaku sebelumnya bisa muncul kembali bila kembali ke lingkungan yang sama.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Mohammad Adib Khumaidi, menyebut ujung dari judi online adalah stress dab depresi. "Kesehatan mental yang bermasalah akibat judi ini membuat stres, depresi, kecemasan dan sejenisnya," kata Adib dalam diskusi yang sama.

Judi online berdampak terhadap hampir seluruh lini kehidupan para pemainnya, dari soal perilaku sosial hingga ekonomi keluarga. "Judi online ini bisa dikatakan sebagai penyakit menular,” kata dia. “Bahkan di masa sekarang bisa disebut kita sedang dihadapkan dengan situasi pandemi judi online.

Adib juga mengkategorikan judi online sebagai bahaya laten, karena semakin marak terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Kondisi ini dipermudah dengan hadirnya banyak teknologi dan akses untuk memainkannya di media sosial.

"Sekarang lagi viral, kita juga bisa perhatikan ini lah ya. Ini juga sebuah bahaya laten dan bahkan sama dengan narkoba," ucap Adib.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus