Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) mencatatkan kerugian tahun berjalan Rp 1,29 triliun pada 2024. Jumlah itu meroket dari rugi bersih pada 2023 sebesar Rp 108,92 miliar. Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengatakan pembekakan kerugian FREN tersebut karena beban usaha operasional emiten telekomunikasi itu meningkat sebesar 5,6 persen secara tahunan. “Kinerja FREN yang alami pembengkakan kerugian disebabkan terjadinya kenaikan beban operasional sebesar 5,6 persen year on year dan beban bunga,” kata Audi saat dihubungi pada Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Audi mengatakan rugi yang membengkak ini akan berdampak pada rencana penggabungan usaha atau merger antara Smartfren dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Pada 11 Desember 2024, Smartfren mengumumkan rencana penggabungan dengan XL Axiata dengan nilai transaksi mencapai Rp 104 triliun atau sekitar USD 6,5 miliar. Gabungan kedua entitas ini akan membentuk perusahaan bernama PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk. “Hal ini jelas akan berdampak pada kinerja EXCL paska merger, pasalnya kinerja FREN yang masih negatif,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amblesnya laba paska merger, kata Audi, juga akan berdampak pada penurunan dividen yang dibagikan perusahaan. Dalam Rapat Pemegang Saham Tahunan 2024, EXCL berencana membagikan dividen sebesar Rp 85 per saham.
Meski demikian, merger ini akan menjaga posisi PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk agar tak tertinggal dari bisnis telekomunikasi serupa, yaitu Telkomsel atau Indosat. “Kami melihat merger ini akan menjaga posisi EXCL-FREN dan memperkecil gap user dan bisnis dengan TLKM dan ISAT,” kata dia.
Dalam laporan keuangan teraudit FREN yang diunggah di keterbukaan informasi dalam situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin malam, 10 Februari 2025, kerugian Smartfren diakibatkan beban usaha yang meningkat dari Rp 11,11 triliun pada 2023 menjadi Rp 11,72 triliun di 2024. Beban usaha ini meliputi penyusutan dan amortisasi, operasi dan jasa telekomunikasi, penjualan dan pemasaran, gaji karyawan, dan operasional lainnya.
Dari sisi beban usaha, Smartfren mencatatkan beban penggunaan frekuensi Rp 1,94 triliun pada 2024 atau meningkat dari 2023 sebesar Rp 1,9 triliun. Meski demikian, beban usaha untuk gaji karyawan justru menurun dari Rp 509 miliar pada 2023 menjadi Rp 471 di 2024. Beban bunga pun juga turut meningkat dari Rp 1,27 triliun menjadi Rp1,31 triliun 2024.
Sementara itu, Smartfren itu mencatat pendapatan sebesar Rp11,41 triliun pada 2024. Jumlah ini turun dari 2023 yang mencatatkan pendapatan sebesar Rp 11,65 triliun. Penurunan pendapatan itu tercatat dari jasa telekomunikasi data yang hanya Rp 9,90 triliun, padahal di tahun sebelumnya sebesar Rp 10,18 triliun.
Selain itu, penurunan pendapatan juga terjadi di jasa interkoneksi. Pada 2024, Smartfren mencatatkan pendapatan Rp 397 miliar, sedangkan di 2024 hanya Rp 259 miliar. Sementara itu, pendapatan di non-data justru meningkat dari Rp 291 miliar pada 2023 menjadi Rp 429 miliar di 2024.