Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YOGYAKARTA - Sebelum menjadi Wujudkan Mandiri Air pada 2019, startup atau rintisan usaha yang berkantor di Entrepreneurship Development Service (EDS) Building di kompleks Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu bernama Wujudkan Indonesia. Saat dibentuk pada 2018, startup yang digawangi empat mahasiswa itu masih mencari bentuk usaha yang diinginkan. Mulai dari crowdfunding hingga bisnis penggunaan properti untuk mengelola lahan dan bangunan tak terpakai dicoba. Namun tak berjalan mulus. Kendalanya adalah sumber daya serta kesulitan mencari lahan dan bangunan kosong, terutama izin pemiliknya.
“Akhirnya kami coba mencari persoalan lain yang lebih mendekat kepada masyarakat luas,” kata Direktur Wujudkan Mandiri Air, Dwitya Kurnia Widi Hastawa, 24 tahun, saat ditemui Tempo di EDS Building, Jumat, 29 Juli 2022, pagi.
Bersama Direktur Utama Calvin Perdana, 24 tahun—dua dari empat yang bertahan—dia berkonsultasi dengan pakar hidrologi UGM yang sejak 2021 menjadi Dekan Sekolah Vokasi UGM, Profesor Agus Maryono. Guru besar teknik sipil itu adalah penemu alat pemanen air hujan yang disebut Gama Rain Filter. Kebetulan, Calvin adalah mahasiswa Agus yang lulus pada 2020. Agus banyak memberi gambaran kasus-kasus persoalan air di Indonesia.
Dari situlah, Calvin dkk bertekad menjalani bisnis yang berhubungan dengan upaya menyelesaikan persoalan air bersih di Indonesia. Untuk melokalisasi persoalan air bersih yang terlampau luas, mereka berfokus pada usaha memanen air hujan. Mereka mengembangkan, menyempurnakan, dan mengkomersialisasi produk pemanenan air hujan (PAH) Gama Rain Filter buatan Agus Maryono. Satu unit PAH dijual Rp 15 juta.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo