Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan kekecewaannya kepada beberapa instansi pemerintah lantaran membeli banyak barang-barang impor. Menurut Presiden Jokowi, seharusnya anggaran tersebut dapat digunakan untuk membeli barang-barang produksi dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan begitu akan membuka lapangan pekerjaan yang jika dihitung bisa membuka hingga 2 juta lapangan pekerjaan. "Bodoh sekali kita kalau nggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor. Mau kita teruskan? Ndak, ndak bisa," kata Presiden dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu 26 Maret 2022.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan itu adalah bagian dari fakta kebodohan kolektif yang kemudian dijalankan oleh pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Artinya apa? Tidak ada multiplier effect, itu yang kemudian menjadi catatan. Agenda pembangunan infrastruktur kita luar biasa masif. Tetapi pertanyaan kita kemudian kenapa tidak tercipta multiplier effect?," kata Umam dalam dalam diskusi Membaca Arah Politik Dibalik Polemik Penundaan Pemilu pada Sabtu 26 Maret 2022.
Dia juga mempertanyakan mengapa sebelum adanya pandemi pertumbuhan ekonomi nasional hanya terjebak di angka 5 persen. Angka tersebut menurutnya tidak cukup untuk membangkitkan ekonomi nasional yang memiliki komposisi populasi 270 juta lebih penduduk.
Dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus mencapai minimal 6-7 persen agar bisa melakukan peningkatan serapan tenaga kerja.
Ekonom asal AS Arthur Okun dalam teori dasarnya menyatakan setiap pertumbuhan ekonomi atau penurunan ekonomi 2 persen akan berimplikasi pada terciptanya atau berkurangnya 1 persen pengangguran di suatu negara.
"Kalau kita hanya 5 persen, itu artinya tidak terjadi multiplier effect. Akhirnya apa, seberapa besar kekuatan APBN dikeluarkan, rakyat tidak merasakan apa-apa. Dan itu adalah sebuah fakta politik ekonomi yang ternyata seperti itu." ungkapnya.
BACA: Pemindahan IKN, Jokowi: Bukan Proyek Mercusuar, Bukan untuk Gagah-gagahan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.