Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Banjir Impor Bikin Jokowi Geram, Pengamat Ungkap Kebodohan Kolektif

Menurut Presiden Jokowi, seharusnya belanja modal digunakan untuk membeli barang-barang produksi dalam negeri.

26 Maret 2022 | 20.27 WIB

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan didampingi Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kanan), Mensesneg Pratikno (kedua kanan), Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana (ketiga kiri) dan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kedua kiri) saat peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat, 25 Maret 2022. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan didampingi Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kanan), Mensesneg Pratikno (kedua kanan), Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana (ketiga kiri) dan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kedua kiri) saat peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat, 25 Maret 2022. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan kekecewaannya kepada beberapa instansi pemerintah lantaran membeli banyak barang-barang impor. Menurut Presiden Jokowi, seharusnya anggaran tersebut dapat digunakan untuk membeli barang-barang produksi dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dengan begitu akan membuka lapangan pekerjaan yang jika dihitung bisa membuka hingga 2 juta lapangan pekerjaan. "Bodoh sekali kita kalau nggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor. Mau kita teruskan? Ndak, ndak bisa," kata Presiden dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu 26 Maret 2022.

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan itu adalah bagian dari fakta kebodohan kolektif yang kemudian dijalankan oleh pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Artinya apa? Tidak ada multiplier effect, itu yang kemudian menjadi catatan. Agenda pembangunan infrastruktur kita luar biasa masif. Tetapi pertanyaan kita kemudian kenapa tidak tercipta multiplier effect?," kata Umam dalam dalam diskusi Membaca Arah Politik Dibalik Polemik Penundaan Pemilu pada Sabtu 26 Maret 2022. 

Dia juga mempertanyakan mengapa sebelum adanya pandemi pertumbuhan ekonomi nasional hanya terjebak di angka 5 persen. Angka tersebut menurutnya tidak cukup untuk membangkitkan ekonomi nasional yang memiliki komposisi populasi 270 juta lebih penduduk.

Dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus mencapai minimal 6-7 persen agar bisa melakukan peningkatan serapan tenaga kerja.

Ekonom asal AS Arthur Okun dalam teori dasarnya menyatakan setiap pertumbuhan ekonomi atau penurunan ekonomi 2 persen akan berimplikasi pada terciptanya atau berkurangnya 1 persen pengangguran di suatu negara.

"Kalau kita hanya 5 persen, itu artinya tidak terjadi multiplier effect. Akhirnya apa, seberapa besar kekuatan APBN dikeluarkan, rakyat tidak merasakan apa-apa. Dan itu adalah sebuah fakta politik ekonomi yang ternyata seperti itu." ungkapnya.

BACA: Pemindahan IKN, Jokowi: Bukan Proyek Mercusuar, Bukan untuk Gagah-gagahan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus