Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

4 Negara Ini Pernah Alami Deflasi Parah Hingga Melumpuhkan Perekonomian

Beberapa negara telah merasakan dampak parah dari deflasi, yang menyeret mereka ke dalam krisis panjang.

7 Oktober 2024 | 22.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deflasi, penurunan harga barang dan jasa secara terus-menerus, dapat menyebabkan dampak ekonomi yang serius. Meskipun inflasi kerap menjadi perhatian utama, deflasi juga berpotensi memicu krisis yang melumpuhkan perekonomian.

Beberapa negara di dunia pernah mengalami deflasi parah yang mengakibatkan stagnasi ekonomi berkepanjangan, pengangguran, dan ketidakstabilan finansial. Berikut adalah beberapa negara yang pernah menghadapi deflasi parah;

1. Amerika Serikat - Great Depression 1930-an
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang mengalami deflasi paling parah dalam sejarah modern, terutama pada masa Depresi Besar tahun 1930-an. Krisis ini dipicu oleh runtuhnya pasar saham pada tahun 1929, yang diikuti oleh penurunan drastis dalam permintaan barang dan jasa. Harga barang-barang konsumen jatuh hingga lebih dari 30%, dan tingkat pengangguran melonjak. Deflasi memperparah situasi karena konsumen menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun, yang kemudian memperburuk penurunan permintaan.

Bank sentral, The Federal Reserve, pada masa itu gagal merespons krisis dengan tepat. Alih-alih mendorong ekspansi moneter, mereka mempertahankan kebijakan moneter yang ketat, sehingga likuiditas di pasar semakin terbatas. Akibatnya, Amerika Serikat terjebak dalam deflationary spiral yang menyebabkan krisis berlangsung hingga hampir satu dekade. Baru setelah pemerintah meluncurkan kebijakan New Deal dan Second World War dimulai, ekonomi mulai pulih.

 2. Jepang - “Dekade yang Hilang” 1990-an
Jepang mengalami deflasi berkepanjangan setelah gelembung ekonomi pecah pada akhir 1980-an. Krisis ini bermula dari lonjakan harga aset, terutama properti dan saham, yang kemudian runtuh pada awal 1990-an. Ketika harga aset jatuh, bank-bank Jepang terjebak dengan kredit macet, dan sistem perbankan mengalami stagnasi. Hal ini memicu periode panjang deflasi yang dikenal sebagai "Dekade yang Hilang."

Selama tahun 1990-an, harga barang dan jasa di Jepang terus menurun, sementara pertumbuhan ekonomi mandek. Upaya Bank of Japan untuk mengatasi masalah ini dengan menurunkan suku bunga ke level sangat rendah hanya menghasilkan sedikit dampak positif. Meskipun suku bunga rendah, konsumen dan perusahaan tetap enggan melakukan pinjaman atau investasi karena ketidakpastian ekonomi yang meluas. Akibatnya, Jepang mengalami stagnasi ekonomi selama lebih dari satu dekade.

 3. Swedia - Deflasi Awal 1920-an
Melansir dari riskbank.se, Swedia juga mengalami periode deflasi yang parah pada awal 1920-an, akibat dampak dari Perang Dunia I. Setelah perang berakhir, Swedia mengalami penurunan tajam dalam harga-harga barang dan jasa yang diakibatkan oleh penurunan permintaan global dan kelebihan kapasitas produksi. Pemerintah Swedia dan bank sentralnya gagal dalam merespons krisis ini dengan cepat, sehingga ekonomi negara tersebut terpuruk.

Selama periode deflasi, pengangguran di Swedia meningkat drastis, dan tingkat pertumbuhan ekonomi turun signifikan. Baru setelah pemerintah mengadopsi kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan menurunkan suku bunga, Swedia perlahan-lahan mulai pulih dari dampak deflasi.

 4. Hong Kong - Krisis Keuangan Asia 1997
Hong Kong adalah salah satu negara yang mengalami deflasi setelah krisis keuangan Asia pada tahun 1997. Krisis ini bermula dari kejatuhan pasar properti dan pasar saham, yang kemudian memicu penurunan besar dalam permintaan konsumen. Harga barang dan jasa menurun selama beberapa tahun, menyebabkan sektor ekonomi utama seperti properti dan keuangan terdampak parah. Krisis ini juga menyebabkan pengangguran meningkat dan menurunkan kepercayaan investor.

Dilansir dari hkma.gov.hk, Pemerintah Hong Kong merespons dengan langkah-langkah penghematan dan kebijakan deflasi ketat. Meskipun deflasi di Hong Kong akhirnya berhasil diatasi, dampaknya terhadap ekonomi dan masyarakat masih terasa hingga beberapa tahun setelah krisis berakhir.

Pilihan editor: Presiden Jokowi Angkat Bicara Soal Deflasi 5 Bulan Beruntun: Harus Dikendalikan

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus