Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Bank Dunia Pernah Soroti Dampak Omnibus Law ke Lingkungan dan Hak Tenaga Kerja

Bank Dunia pada Juli lalu sempat menyoroti UU Cipta Kerja yang saat itu masih dalam bentuk rancangan, khususnya terkait lingkungan hak tenaga kerja.

18 Oktober 2020 | 13.36 WIB

Bank Dunia. worldbank.org
Perbesar
Bank Dunia. worldbank.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Dunia menyebut Undang-undang Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mendukung aspirasi jangka panjang negara ini menjadi masyarakat yang sejahtera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"UU ini dapat mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan jangka panjang yang tangguh di Indonesia," tulis Bank Dunia dalam laman resminya, Jumat, 16 Oktober 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan menghapus berbagai pembatasan besar pada investasi dan memberikan sinyal bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis, ujar Bank Dunia, beleid tersebut dapat membantu menarik investor. Sehingga, selanjutnya dapat menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan.

Namun demikian, lembaga keuangan global itu mengingatkan implementasi dari Undang-undang secara konsisten akan sangat penting. Selain itu, beleid sapu jagad itu pun akan memerlukan peraturan pelaksanaan yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

"Bank Dunia berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih baik untuk seluruh masyarakat Indonesia," tulis Bank Dunia.

Namun Bank Dunia juga sempat mengomentari Undang-undang Cipta Kerja kala masih berupa rancangan pada Juli 2020. Dalam laporan berjudul 'Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi' itu, Bank Dunia menyoroti dampak dari reformasi yang diusulkan beleid tersebut, antara lain terkait hak tenaga kerja dan lingkungan.

"RUU tersebut juga mengusulkan reformasi yang dapat menyebabkan dampak pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, lingkungan dan hak-hak tenaga kerja," tulis Bank Dunia dalam laporan setebal 4 halaman tersebut.

Dalam laporan tersebut Bank Dunia menyebutkan jutaan pekerjaan hancur selama berlangsungnya krisis ini dan ada kemungkinan peningkatan permintaan yang lebih
banyak terhadap tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi. "Oleh karena itu, penganggur perlu dibantu dalam mencari pekerjaan dan meningkatkan keterampilan
mereka untuk memenuhi kebutuhan pemberi kerja," kata Bank Dunia.

Selain itu, pemerintah perlu memperbaiki kesenjangan yang baru diidentifikasi
dalam cakupan perlindungan sosial Indonesia dan membangun ekspansi berbasis Covid dalam sistem. Pemerintah juga harus mempercepat penyelesaian perawatan kesehatan universal yang didanai secara tepat untuk semua, akan membantu membangun, mempekerjakan, dan melindungi modal manusia Indonesia.

Pada saat yang sama, Bank Dunia menilai, pemangkasan belanja modal publik dan penundaan proyek infrastruktur yang diakibatkan oleh Covid -19 perlu ditingkatkan kembali agar tidak menghambat agenda infrastruktur pemerintah yang
mendukung pertumbuhan. Pemerintah juga perlu menggenjot partisipasi sektor swasta dalam infrastruktur juga penting, dan akan memerlukan peningkatan belanja.

Hal ini, kata Bank Dunia, mengingat adanya kebutuhan pengeluaran dan pada saat yang sama pemerintah harus melandaikan ‘kurva utang’, kebijakan stimulus fiskal ini perlu secara bertahap dikurangi seiring dengan perlunya peningkatan penerimaan. Krisis perekonomian yang membebani kondisi fiskal ini dapat menyebabkan utang publik
Indonesia meningkat pesat, dan memerlukan biaya utang yang lebih tinggi.

"Jika tidak terdapat reformasi dalam kebijakan peningkatan penerimaan, pada akhirnya biaya utang ini akan dapat berdampak pada belanja prioritas dan berisiko pada tingkat peringkat kredit investasi Indonesia yang telah diperoleh dengan susah payah," kata Bank Dunia saat itu.

Di dalam negeri, beleid tersebut masih mendapat penolakan dari berbagai pihak, salah satunya dari buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja.

Said Iqbal belakangan menyampaikan ke depan aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang. "Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Oktober 2020.

Ke depannya, ada empat langkah yang akan dilakukan buruh dalam menolak UU Cipta Kerja. Pertama, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional.

Kedua, mempersiapkan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil. Ketiga, meminta legislatif review ke DPR dan eksekutif review ke Pemerintah. Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus