Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank sentral telah membeli Surat Berharga Negara atau SBN sebesar Rp 200,25 triliun sejak awal tahun. Sehingga, per 26 Mei 2020 posisi kepemilikan SBN Bank Indonesia adalah sebesar Rp 443,48 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Selain membeli di pasar perdana, sebelum ada Undang-undang Nomor 02 Tahun 2020, BI membeli SBN untuk stabilisasi nilai tukar," ujar Perry dalam konferensi video, Kamis, 28 Mei 2020. Ia mengatakan selama ini BI membeli SBN di pasar sekunder apabila ada investor asing yang melepas kepemilikan SBN-nya dan tidak ada yang membeli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Semenjak 16 April 2020, Bank Indonesia diperbolehkan untuk membeli SBN di pasar perdana. Perry mengatakan pembelian SBN tersebut sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2020 untuk Penanganan Pademi Virus Corona (Covid-19).
Mengacu kepada keputusan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia, pembelian Surat Utang Negara atau Surat Berharga Syariah Negara oleh Bank Indonesia di pasar perdana dilakukan berdasarkan praktik umum dan melalui mekanisme pasar.
Untuk membeli SBN di pasar perdana, BI hadir sebagai non competitive bidder. Artinya, Bi menerima harga yang telah diputuskan pemerintah. Selain melalui lelang, pembelian SBN bisa melalui green shoe option dan private placement.
Berdasarkan data BI, saat ini bank sentral sudah lima kali mengikuti lelang SBN di pasar perdana. Lelang yang telah diikuti antara lain pada 21-22 April dengan pembelian sebesar Rp 4,6 triliun, 28-29 April Rp 9 triliun, 5-8 Mei Rp 7,3 triliun, 12 Mei Rp 1,7 triliun, dan 18 Mei Rp 1,1 triliun.
Secara keseluruhan, Bank Indonesia telah menggelontorkan Rp 20,3 triliun untuk membeli SBN secara lelang di pasar perdana, sementara Rp 3,675 triliun secara private placement. Sehingga, total Rp 23,98 triliun. Sementara, dana yang dikeluarkan untuk membeli SBN di pasar sekunder guna stabilisasi pasar adalah sebesar Rp 166,204 triliun.