Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Biaya Produksi Beras RI 2,5 Kali Lipat Lebih Mahal dari Vietnam

Walaupun memang terkadang stok beras Bulog surplus, tapi itu hanya musiman saja.

29 November 2019 | 15.05 WIB

Pedagang beras melayani pembeli di Pasar Rumput, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan produksi beras hingga akhir tahun 2018 mencapai 32,4 juta ton dengan total konsumsi beras mencapai 29,6 juta ton atau sekitar 2,4 juta ton dalam satu bulan, sehingga terdapat kelebihan produksi mencapai 2,85 juta ton. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Pedagang beras melayani pembeli di Pasar Rumput, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan produksi beras hingga akhir tahun 2018 mencapai 32,4 juta ton dengan total konsumsi beras mencapai 29,6 juta ton atau sekitar 2,4 juta ton dalam satu bulan, sehingga terdapat kelebihan produksi mencapai 2,85 juta ton. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor beras Indonesia dalam lima tahun belakangan sudah tembus 5,4 juta ton. Walaupun terkadang stok beras Bulog surplus, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitaas Lampung, Bustanul Arifin menyebutkan itu hanya musiman saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Kita sudah impor sejak zaman Jokowi itu sudah sampai 5,4 juta ton sama dengan Rp 34 triliun," ujarnya saat diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat, 28 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil data tersebut adalah dari awal 2014 sampai triwulan kedua 2019, dan impor beras Indonesia terbesar itu terjadi pada tahun 2018 yakni sebesar 2,2 juta ton. Dari seluruh beras yang diimpor itu semuanya dikelola oleh Bulog.

Oleh karena itu, Bustanil menuturkan, terkadang Bulog mengalami kesulitan dalam menyerap beras petani, karena jika membeli terlalu murah para petani enggan memberikan berasnya kepada Bulog, namun kalau terlalu tinggi bisa kena semprit sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lalu dengan kesulitan itu, Bustanil menuturkan pemerintah terkadang mengambil jalan pintas dengan mengambil kebijakan impor beras dari luar negeri.

Kemudian, kebijakan impor itu juga berdampak kepada situasi Bulog saat ini yang sulit untuk menggelontorkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) untuk program pemerintah seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

"Mengapa kesulitan? Salah satu outlet Bulog engga dipegang Bulog lagi, yaitu Raskin. Sekarang Raskin diganti BPNT. Siapa yang mengelola? Kemensos. Bisa saja Kemensos beli Bulog. Namun itu hanya himbauan," ucapnya.

Kemudian Bastinul mengungkapkan, biaya produksi beras Indonesia masih dirasa cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Karena komponen produksi seperti ongkos buruh dan sewa lahannya masih cukup mahal di Indonesia.

"Mengapa beras kita tidak kompetitif? Biaya produksi kita lebih mahal. Biaya produksi kita dua setengah kali lipat dibanding Vietnam," ujarnya.

Bustanul menjelaskan biaya untuk memproduksi satu kilogram beras di Indonesia sebesar Rp 4.079 perkilogram, lebih tinggi dari Vietnam sebesar Rp 1.679 perkilogram, Thailand sebesar Rp 2.291 perkilogram, India Rp 2.306 perkilogram, Filipina Rp 3.224 perkilogram, dan Cina Rp 3.661perkilogram. 

 

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus