Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan meluncurkan program makan bergizi gratis (MBG) pada Januari 2025. Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Bakhrul Fikri mengungkap ada tiga celah korupsi dari penyaluran program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bakhrul pemenuhan nutrisi melalui program MBG penting, karena kekurangan gizi merupakan masalah yang masih perlu diselesaikan oleh pemerintah. Namun jika program tak dikelola dengan baik, hasilnya tak akan efisien dan rentan penyelewengan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena bagaimana pun program makanan bergizi gratis ini akan erat kaitannya dengan jenis program pengadaan barang dan jasa,” ujarnya dalam diskusi Launching Report Makan Bergizi Gratis: Polemik Skema Penyaluran MBG secara daring, Senin, 30 Desember 2024.
Rantai distribusi sangat berpengaruh terhadap danya peluang penyelewengan. "Juga instansi-instansi terkait yang akan sangat memungkinkan atau sangat besar kemungkinannya akan menjadi lumbung atau lahan basah korupsi," kata Bakhrul.
Sebelumnya Celios telah melakukan studi terkait program ini. Hasil riset yang dilakukan mengungkap 46 persen responden khawatir terhadap adanya penyaluran yang tidak efisien. Misal kemungkinan penyimpangan, terlambatnya penyaluran makanan, hingga penyelewangan anggaran.
Menurut Bakhrul, asumsi itu juga berkorelasi dengan makin berkurangnya anggaran yang ditetapkan dalam satu porsi makanan.Semula ditetapkan Rp15.000 per porsi, kemudian diturunkan lagi menjadi Rp12.000. Sempat juga ada anggapan akan diturunkan lagi menjadi Rp7.500, lalu kembali jadi Rp15.000 lagi. Pemerintah akhirnya menetapkan anggaran MBG bagi anak-anak dan ibu hamil sebesar Rp10.000 per porsi.
Celios telah memetakan tiga celah penyelewangan anggarannya. Pertama adalah dalam hal pengadaan dan distribusi makanan. Banyaknya institusi pemerintah pusat hingga ke daerah yang terlibat membuka peluang korupsi, dan kemungkinan penyelewengannya bisa besar.
Celah korupsi ke dua adalah lewat pemalsuan data penerima manfaat. Karena pendataan terkait bagaimana atau siapa saja nanti penerima program belum dijelaskan mekanismenya. Pemerintah belum memaparkan persyaratan rinci kepada publik. “Kalau bicara soal anak sekolah, anak sekolah yang umur berapa, sekolah di mana dan orang tuanya berpendapatan kisaran berapa. Ini kan juga belum jelas,” ujarnya.
Potensi korupsi ketiga adalah pengelolaan anggaran. Dana total yang ditetapkan untuk program ini pada 2025 adalah Rp71 triliun. Penyelewengan bisa terjadi karena adanya penyimpangan dalam proses pengawasan atau monitoring dan evaluasi. Hasil studi Celios memaparkan 56 persen responden khawatir kesalahan pengelolaan anggaran bisa bedampak pada menurunnya kualitas makanan yang disajikan.