Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menetapkan kebijakan tarif impor untuk hampir semua negara mitra dagang. Kebijakan tarif Trump ini guna menekan defisit perdagangan yang dianggap merugikan perekonomian domestik negara tersebut. Oleh karena itu, negara-negara dengan surplus perdagangan terhadap AS harus “membayar lebih”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trump menetapkan tarif impor dasar sebesar 10 persen, dengan tarif lebih tinggi dikenakan kepada sekitar 60 negara yang dinilai memiliki hubungan dagang “paling tidak adil” dengan AS. Indonesia, yang surplus berkat perdagangan nonmigas dengan AS sebesar 16,08 miliar dolar AS pada 2024, dikenai tarif timbal balik sebesar 32 persen—urutan tertinggi kedelapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen dan peneliti Universitas Islam Indonesia (UII) Listya Endang Artiani mengatakan kebijakan tarif impor yang ditetapkan AS memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Tarif Trump sebesar 32 persen menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara, mempengaruhi berbagai sektor ekspor utama: garmen, peralatan listrik, alas kaki, dan minyak nabati.
“Kenaikan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Trump telah mempengaruhi berbagai sektor ekonomi Indonesia, dengan dampak yang paling signifikan dirasakan oleh sektor-sektor yang bergantung pada ekspor ke pasar AS,” kata Listya, dikutip dari dokumen ilmiahnya yang diterima Tempo, Ahad, 6 April 2025.
Listya mengungkapkan salah satu sektor yang paling terdampak adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Produk tekstil Indonesia, yang sebelumnya memiliki daya saing di pasar AS, kini terancam kehilangan posisinya. Kenaikan harga akibat tarif yang diterapkan menyebabkan produk tekstil Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan produk serupa dari negara lain.
“Dalam jangka panjang, sektor ini bisa menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan daya saingnya di pasar global,” ujar Listya dalam tulisan ilmiah bertajuk ‘Impor Trump: Benturan Kepentingan dan Ancaman bagi Ekonomi Indonesia’ tersebut.
Di sisi lain, menurut dia, sektor elektronik juga mengalami dampak serupa. Tarif impor pada produk elektronik Indonesia menyebabkan harganya melonjak di pasar AS. Kenaikan harga ini tidak hanya mengurangi daya tarik produk Indonesia bagi konsumen AS, tapi juga menyebabkan penurunan volume ekspor yang signifikan.
Indonesia, yang selama ini mengandalkan pasar AS sebagai tujuan ekspor utama untuk produk elektronik seperti televisi, peralatan rumah tangga, dan perangkat elektronik lainnya, kini harus menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan negara-negara lain yang mungkin tidak terkena tarif yang lebih rendah, seperti negara-negara di kawasan ASEAN.
Selain itu, sektor alas kaki juga tidak luput dari dampak tarif impor. Kenaikan harga akibat tarif membuat produk alas kaki Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain yang tidak dikenai tarif serupa. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan pangsa pasar Indonesia di pasar AS, yang merupakan salah satu tujuan ekspor utama bagi industri alas kaki.
“Di tengah ketatnya persaingan global, produsen alas kaki Indonesia harus mencari cara untuk menyesuaikan harga atau meningkatkan nilai tambah produk agar tetap dapat bersaing,” kata dosen di Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII ini.
Terakhir, sektor furnitur juga berisiko kehilangan pangsa pasar di AS. Meskipun furnitur Indonesia dikenal dengan kualitasnya, tarif yang diterapkan menyebabkan harga produk furnitur Indonesia meningkat. Hal ini memaksa produsen furnitur di Indonesia untuk bersaing dengan produk-produk dari negara lain yang tidak dikenakan tarif serupa, seperti negara-negara Eropa atau negara-negara berkembang lainnya.
“Jika tarif ini tetap diberlakukan dalam jangka panjang, sektor furnitur Indonesia berpotensi mengalami penurunan permintaan di pasar AS, yang dapat berdampak pada keberlanjutan bisnis dan daya saing sektor ini di pasar global,” katanya.
Secara keseluruhan, menurut pengajar di jurusan Ilmu Ekonomi UII ini, kebijakan tarif yang diterapkan AS terhadap Indonesia berisiko merusak daya saing beberapa sektor utama Indonesia di pasar internasional. Untuk itu, penting bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna mengurangi dampak negatif ini.
“Seperti dengan diversifikasi pasar ekspor, meningkatkan inovasi produk, serta mencari peluang pasar alternatif di negara-negara lain yang lebih menguntungkan,” ujar Listya.
Pilihan Editor: Dampak tarif Trump bagi Negara Berkembang