Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menjelaskan kendala pengembangan listrik tenaga surya atau matahari. Saat ini, pengembangan tersebut masih bersifat intermitten on grid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mamit mengatakan masih dibutuhkan penyimpanan energi untuk menjadikan energi surya sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) off grid yang harganya masih tinggi. “Energy storege itu baterai. Saat ini komponen termahal energi baru terbarukan atau EBT adalah baterai. Bahkan, 50 persen dari total biaya adalah baterai,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 17 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Saat ini, Mamit mengatakan, belum ditemukan teknologi baterai yang lebih murah. Bukan cuma di Indonesia, melainkan juga di negara-negara lain.
“Jadi harus segera ditemukan teknologi baterai yang lebih murah lagi ke depannya dengan penyimpanan yang maksimal. Baterai ini jadi kendala,” kata dia.
Selain itu, kekurangan pengembangan listrik tenaga surya adalah dibutuhkan lahan yang cukup luas untuk mendapatkan sumber energinya. Belum lagi, Mamit berujar, perawatan yang harus mumpuni agar solar panel tetap bisa optimal.
“Energi juga optimal hanya dari pukul 11.00-14.00 saja, itu pun dengan cuaca yang cerah,” ucap Mamit.
Namun, Mamit menuturkan saat ini semua pihak sedang mengupayakan digitalisasi, termasuk sektor energi. Harapannya, digitalisasi ini akan memudahkan pengembangan sektor energi. “Dan mengikuti perkembangan zaman,” tutur Mamit.
Director of Strategic Planning and Bussiness Development PT Pertamina Power Indonesia Fadil Rahman menjelaskan pihaknya akan membangun fasilitas PLTS di lebih dari 400 titik di seluruh Indonesia. Pembangunannya direncanakan rampung dalam 1,5 tahun.
Anggaran pembangunan itu berasal dari belanja modal senilai US$ 11 miliar untuk mempercepat program energi baru dan terbarukan (EBT). Belanja investasi itu ditargetkan berjalan untuk lima tahun ke depan hingga 2026.
“Sejauh ini, membelanjakan anggaran itu untuk menginstal pembangkit listri tenaga surya (PLTS) di 400 lokasi di seluruh Indonesia,” ujar Fadil. 30 September lalu.
Kemudian, anggaran itu akan dipakai untuk memperkuat pemanfaatan teknologi panas bumi dan mengembangkan electric vehicle (EV) serta baterai ekosistem. Perusahaan pun telah bekerja sama dengan beberapa mitra untuk merilis pilot project dukungan percepatan untuk motor listrik di Bali dua bulan lalu.
“Nah hal itu yang kita belanjakan, untuk membangun fasilitas dan infrastruktur untuk keterkaitannya dengan energi transisi,” tutur Fadil.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini