Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar mengatakan audit program rumah subsidi perlu dilakukan secara menyeluruh. Artinya, tidak hanya terhadap pengembang perumahan sebagaimana diusulkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara. Sebelumnya, Ara meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit pengembang lantaran menemukan rumah-rumah dalam program fasilitas likuiditas dan pembiayaan perumahan (FLPP) yang rusak dan tidak layak pakai. “Programnya yang harus dievaluasi dan diaudit mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan,” kata Biko, sapaannya, kepada Tempo, Sabtu, 22 Februari 2025. Ia mengatakan audit menyeluruh penting dilakukan untuk memitigasi agar tidak terulang kasus program tidak tepat sasaran, kualitas proyek yang buruk, hingga korupsi.
Menurut Biko, audit bisa dilakukan lewat kementerian yang mengelola program. Adapun program FLPP ini merupakan program yang dulu, di era Presiden Jokowi, dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lalu dilanjutkan Kementerian PKP di era Presiden Prabowo Subianto. Audit BPK, kata Biko, bisa dimulai dari pemerintah pusat atau kementerian, satuan kerja di kementerian tersebut, serta pemerintah daerah. Setelah itu, baru memeriksa pengembang perumahan subsidi yang terlibat. “Pintu masuknya adalah program pemerintah dan uang negara yang dikelola. Itu yang bisa diperiksa,” kata Biko. “Terlalu lompat kalau langsung ke pengembang.”
Adapun rencana Kementerian PKP mengaudit pengembang perumahan melalui BPK muncul setelah menemukan pengembang terindikasi bermasalah yang membangun rumah subsidi dengan kualitas bangunan yang buruk. Persoalan lain yang ditemukan Kementerian PKP adalah kondisi saluran sanitasi dan pembuangan airnya tidak sempurna sehingga menyebabkan banjir.
Menteri PKP Maruarar Sirait alias Ara kemudian telah mengundang pengembang-pengembang perumahan dari sejumlah asosiasi menindaklanjuti rencana tersebut. Dalam forum rapat yang dilaksanakan pada Jumat sore, Ara mengatakan bahwa bila pengembang perumahan tidak setuju diaudit, artinya mereka tidak setuju dengan langkah negara. Para pengembang pun menyetujui rencana tersebut. “Bukan negara mau jadi jagoan, tapi untuk melindungi masyarakat agar dapat pengembang bertanggung jawab,” kata Ara, menjelasakan maksudnya meminta BPK melakukan audit perumahan subsidi.
Pengajar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Universitas Bengkulu Benni Kurnia Illahi menyebut rencana Ara sebagai rencana bagus. Namun, ia mengingatkan ihwal batas wewenang BPK yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ia menjelaskan, wewenang BPK memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan lembaga negara lainnya, termasuk BUMN dan BUMD. Karena itu, pintu masuk persoalan rumah subsidi ini adalah audit terhadap pemerintah atau lembaga negara yang terlibat.
Pengembang perumahan yang ikut dalam program FLPP, kata Benni, tetap bisa diperiksa. Namun, kedudukan pengembang adalah sebagai pusat informasi. Artinya, BPK hanya berwenang melakukan konfirmasi dari laporan yang kemudian ditindaklanjuti melalui audit dengan tujuan tertentu. Pengembang perlu melibatkan pengembang untuk mengetahui hal teknis maupun substansial dalam program tersebut. “Jadi, bukan kemudian BPK turun tangan langsung mengaudit apa yang sudah dilakukan pengembang,” kata Benni saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 22 Februari 2025. “Fungsi BPK tidak sejauh sampai mengaudit pengembang, meski tujuan Menteri PKP itu baik.”
Pilihan editor: Pemerintah Resmikan Danantara Besok, Ini Profil Tiga Pejabat yang akan Prabowo Lantik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini