Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno menilai kemenangan Indonesia atas Uni Eropa dalam sengketa diskriminasi sawit di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai tonggak penting dalam upaya mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi XII DPR bidang energi, lingkungan hidup, investasi dan hilirisasi itu mengatakan, kemenangan Indonesia menunjukkan keberhasilan diplomasi Presiden Prabowo Subianto di tingkat internasional. "Kemenangan ini meneguhkan komitmen Presiden Prabowo bahwa dalam mewujudkan ketahanan energi, Indonesia sepenuhnya berdaulat dan tidak bisa didikte negara lain," ujarnya dalam keterangan resmi pada Sabtu, 18 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan ini membuka peluang besar bagi pengembangan biodiesel berbasis kelapa sawit, yang sebelumnya mendapat diskriminasi dari Uni Eropa. "Ini juga akan memperluas pasar Indonesia ke negara-negara emerging market lainnya," ujarnya.
Eddy mengaitkan hasil positif ini dengan terobosan diplomasi global yang dilakukan Presiden Prabowo. "Diplomasi mancanegara Presiden Prabowo telah memperkuat posisi Indonesia dalam dinamika politik global, termasuk meningkatkan bargaining position kita di tengah eskalasi perang dagang AS-China dan sekutunya," ucapnya.
Eddy juga menyoroti pentingnya pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. Ia mendorong implementasi biodiesel B40 hingga B50, serta pemanfaatan energi terbarukan lain seperti biofuel dan bioavtur untuk sektor transportasi. "Hal ini tak hanya akan mengurangi impor BBM, tetapi juga mendukung penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan," katanya.
Lebih lanjut, Eddy menegaskan bahwa pengembangan sawit harus sesuai dengan prinsip keberlanjutan yang diatur dalam Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). "Dengan begitu, kita dapat meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia sekaligus berkontribusi pada upaya pengurangan gas rumah kaca dan mencapai target net zero emission pada 2060 mendatang," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kemenangan itu sebagai bukti Indonesia tidak bersalah. “Kemarin kita menang di WTO untuk kelapa sawit. Ini membuktikan bahwa dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia. Kemenangan ini adalah bukti bahwa kita bisa melawan dan kita bisa menang,” kata Airlangga melalui keterangan resminya Jumat, 17 Januari 2025.
Airlangga menilai kemenangan ini akan berdampak pada kebijakan Uni Eropa lainnya, termasuk European Union Deforestation Regulation (EUDR). Sebelumnya, Uni Eropa menunda implementasi EUDR hingga 30 Desember 2025, yang menunjukkan ketidaksiapan mereka.
Keputusan WTO tersebut dorongan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR. Pemerintah berkomitmen untuk terus menolak kebijakan yang diskriminatif dan merugikan rakyat, terutama mengingat lebih dari 41 persen kebun kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh petani kecil.
Momentum ini penting untuk memperkuat kolaborasi Indonesia dan Malaysia dalam melawan diskriminasi terhadap kelapa sawit. Ia berharap kemenangan ini bisa mempercepat perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). “Dengan kemenangan ini, saya harap hambatan dalam perundingan IEU-CEPA bisa segera hilang, sehingga kita bisa menyelesaikannya,” ujar Airlangga.
Pilihan Editor: Mengapa PMK Mewabah Lagi