Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Tingkat pengumpulan material atau sampah yang bisa didaur ulang masih rendah.
Harga bahan baku industri daur ulang dalam negeri masih sulit bersaing.
Kemampuan produksi daur ulang plastik mencapai 2,3 juta ton per tahun.
JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi), Christine Halim, mengatakan optimalisasi industri daur ulang membutuhkan peningkatan tingkat pengumpulan (collection rate) dari material yang bisa didaur ulang untuk semua jenis sampah. "Jadi, yang bermasalah itu sebenarnya adanya manajemen sampah," ujar Christine kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Christine, saat ini industri daur ulang masih kesulitan mendapatkan bahan baku dari dalam negeri, terlebih pada masa pandemi Covid-19. Sebab, kata dia, pasokan sampah plastik melorot tajam karena menurunnya konsumsi masyarakat hingga terbitnya aturan pelarangan kemasan sekali pakai. "Pemerintah selayaknya mendorong collection rate, sehingga industri daur ulang tidak kekurangan bahan baku," kata dia.
Christine berujar collection rate di Indonesia masih sangat kecil, terutama di luar Jawa. Tingkat pengumpulan di Jawa, menurut dia, masih lebih baik karena sudah banyak pemulung dan masyarakat yang mengetahui nilai ekonomi dari sampah, sehingga banyak bermunculan bank sampah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas), Fajar Budiyono, mengatakan potensi bisnis daur ulang limbah industri di Indonesia masih sangat menarik. Menurut dia, kapasitas industri pengolahan sampah plastik untuk diolah kembali rata-rata 2.000 ton per bulan. Namun saat ini pemanfaatannya masih 1.000-1.200 ton per bulan, sehingga masih ada potensi dikembangkan apabila manajemen sampah diperbaiki. "Jika sudah diperbaiki, impor sampah dipangkas. Saat ini baru plastik tertentu yang dipilah (oleh pemulung)," ujar dia.
Pabrik pengolahan daur ulang plastik PT Namasindoplas di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 20 April 2021. TEMPO/Prima Mulia
Menurut Fajar, harga bahan baku industri daur ulang dalam negeri masih sulit bersaing karena pelaku industri masih harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memilah serta mengeringkan sampah yang akan diolah kembali. Sedangkan sampah plastik yang diimpor sudah dikeringkan, sehingga nilainya lebih tinggi.
Investasi di industri daur ulang kian bergairah. Kementerian Perindustrian belum lama ini meresmikan pabrik daur ulang botol plastik polyethylene terephthalate (PET) PT Veolia Services Indonesia di Kawasan Industri Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER), Jawa Timur. Perusahaan tersebut menjalin kerja sama dengan Danone-AQUA dalam membangun pabrik daur ulang dan pemrosesan ulang botol plastik.
Nilai investasi pembangunan pabrik yang dimulai sejak Maret 2019 itu mencapai Rp 600 miliar. Saat ini, pabrik daur ulang Veolia memiliki kapasitas produksi 25 ribu ton per tahun Recycled PET Plastic (RPET) yang telah memenuhi standar keamanan pangan terbaik (foodgrade). Pabrik ini diklaim menyerap lebih dari 200 tenaga kerja lokal dan didukung teknologi modern. "Ini menunjukkan komitmen nyata kedua perusahaan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, beberapa waktu lalu.
Agus menambahkan, rantai industri daur ulang plastik merupakan bagian dari ekonomi sirkuler. Populasi industri daur ulang plastik di Indonesia berjumlah sekitar 600 industri besar dan 700 industri kecil dengan nilai investasi lebih-kurang Rp 7,15 triliun. Sedangkan kemampuan produksinya sebesar 2,3 juta ton per tahun dengan nilai tambah mencapai lebih dari Rp 10 triliun per tahun.
“Sektor industri daur ulang plastik nasional akan terus bertumbuh seiring dengan meningkatnya konsumsi plastik dalam negeri serta makin terbukanya pasar ekspor setelah Cina menutup sektor industri tersebut sejak 2017,” ujar dia. Agus menyatakan masih terdapat 50 persen kapasitas tak terpakai dalam industri daur ulang plastik yang dapat dioptimalkan.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam, mengatakan ada 1.600 industri plastik hilir. Namun selama ini kebutuhan bahan baku sektor tersebut masih diimpor. Pada 2019, impornya mencapai 3,8 juta ton. Sedangkan bahan baku lokal yang tersedia sebanyak 2,5 juta ton.
Dengan optimalisasi industri daur ulang, kata Khayam, lapangan pekerjaan di bidang ini diproyeksikan akan terus meningkat. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan sudah ada 3 juta bank sampah atau pemulung, 160 ribu pengepul dan penggiling, sekitar 100 tenaga kerja di supplier besar, serta 60 ribu tenaga kerja yang bekerja," kata dia.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo