Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru tahu ada pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang.
Keberadaan pagar laut membuat para nelayan kesulitan mencari ikan.
Pemagaran laut, dengan alasan apa pun, melanggar aturan.
CUACA tak begitu bersahabat ketika Madiar, nelayan Desa Karangserang, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang, melaut pada Ahad pagi, 12 Januari 2025. Namun, laki-laki 41 tahun itu tetap mendorong sampannya ke tengah perairan di Banten itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di depannya, pagar laut yang terbuat dari bambu melintang sepanjang 30,16 kilometer. Madiar bergabung dengan puluhan nelayan lain yang coba menghindarkan benturan sampan dengan bilah-bilah bambu itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suara gaduh mesin perahu nelayan beradu dengan suara debur ombak yang terempas mengenai pokok-pokok bambu yang ditanam di sepanjang perairan utara Tangerang. "Saya tetap melaut. Kalau soal pagar laut itu, urusan pemerintah. Enggak mau ikutan, yang penting saya mah cari ikan," kata Madiar ketika ditemui Tempo di Sukadiri, Ahad, 12 Januari 2025.
Pagar bambu itu melintasi 16 desa di enam kecamatan itu berjarak sekitar 500 meter dari bibir pantai. Garis pantai di perairan utara Tangerang kini bentuknya tak beraturan karena terkena kikisan air laut akibat abrasi. Di sisi kanan dan kiri sepanjang pagar laut kini terpasang paranet berwarna hitam. Dari kejauhan, paranet itu tampak melambai-lambai seperti tirai.
Walau diterjang ombak, pagar bambu itu tetap kokoh. Di atas cerucuk bambu ada rakitan bilah-bilah (galar) bambu yang diikat tali. Rakitan bambu itu kokoh ketika diinjak. Meski sedikit bergoyang, galar bambu tetap kuat menopang empasan ombak di kaki-kaki cerucuk itu.
Perairan laut yang dibatasi pagar bambu tersebut merupakan tempat lebih 4.000 nelayan Tangerang mencari ikan. Sejak ada pagar bambu itu, para nelayan kesulitan mencari ikan ke tengah laut.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang Jainudin mengatakan tak sedikit nelayan yang mengeluh gagal melaut karena terhalang pagar bambu tersebut. Namun ia mengklaim keluhan nelayan sudah teratasi sejak pemerintah membuat pintu masuk selebar sampan pada Agustus 2024. "Kami terima laporan dan saat itu juga membuat pintu di sela pagar bambu," kata Jainudin.
Dari 30,16 kilometer pagar laut itu, sudah ada 10 spot atau jalur bukaan bagi lalu lintas nelayan keluar dan masuk untuk melaut.
Menurut Jainudin, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah memantau aktivitas pembuatan pagar laut ini pada Agustus 2024. Namun, investigasi baru dilakukan bersama tim gabungan Polisi Khusus Kelautan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten sebulan kemudian.
Saat KKP menemukan aktivitas pemagaran laut di Tangerang pada 19 Agustus 2024, pagar yang terpasang baru 7 kilometer. Baru sekitar lima bulan kemudian KKP benar-benar menghentikan pembangunan pagar dan menyegelnya, setelah video dan fotonya menyebar di media sosial.
Pagar laut ilegal di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, 11 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Penyegelan dilakukan pada Kamis, 9 Januari 2025, di Kecamatan Pakuhaji. Penyegelan dilakukan setelah lima bulan ditemukan aktivitas pembangunan pagar laut pertama kalinya di lokasi yang berjarak sekitar 5 kilometer di sebelah timur Desa Karangserang Sukadiri. KKP memberi waktu 20 hari kepada pelaku pembangunan pagar untuk membongkarnya.
Penyegelan pagar itu disambut sebagian nelayan. Harun, nelayan Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, mengapresiasi kembali dibukanya akses nelayan untuk melaut. Namun, menurut dia, nelayan sebetulnya berharap pagar bambu tersebut langsung dibongkar.
Meskipun sebagian pagar laut tersebut kini telah disegel, KKP maupun pemerintah daerah belum mengungkap siapa pelakunya. Belakangan Jaringan Rakyat Pantura, organisasi yang mengklaim mewadahi nelayan tradisional, mengklaim sebagai pembuat pagar bambu tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bilah-bilah bambu itu berdampak pada ratusan nelayan dan merusak 500 penangkar kerang. Ia memastikan pemagaran laut tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut dan berada di Zona Perikanan Tangkap serta Zona Pengelolaan Energi.
Selain itu, pemagaran laut dinilai melanggar ketentuan internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.
Menurut paparan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, hasil investigasi lapangan menunjukkan, per 1 Oktober 2024, ditemukan pagar sepanjang 13,12 kilometer dari perairan Desa Kronjo sampai Desa Ketapang. Padahal, dalam patroli Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang dan perwakilan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Tangerang, yang diikuti Tempo, aktivitas pemagaran laut telah dihentikan.
Polisi Khusus Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga telah menemukan pagar laut ilegal berbahan bambu pada 1 Oktober 2024. Pagar tersebut membentang sepanjang 4,14 kilometer di perairan pesisir utara Kabupaten Tangerang, tepatnya dari Desa Patra Manggala hingga Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, yang terletak di sebelah barat Pulau Cangkir.
Patok-patok bambu tersebut diduga merupakan bagian dari pagar laut serupa sepanjang 6,1 kilometer di sisi timur Pulau Cangkir. Pagar di sisi timur ini sebelumnya ditemukan dan pengerjaannya telah dihentikan pada awal September 2024. Keterkaitan kedua pagar tersebut menimbulkan dugaan upaya sistematis membatasi akses nelayan ke wilayah perairan tersebut.
Para nelayan Tangerang sesungguhnya sudah tahu ada aktivitas pemagaran pada Mei 2023. Waktu itu, sekitar seratusan nelayan Desa Jenggot, Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang, bahkan mengeluh tak bisa melaut dengan leluasa karena terhalang pagar bambu.
Pemagaran tersebut sempat muncul di media sosial pada Juni 2023 yang menunjukkan pagar bambu di laut sepanjang 400 meter. Camat Mekar Baru Miftah Suritho mengatakan tak tahu siapa yang memagari laut di bibir pantai tersebut. Dia hanya mempersilakan para nelayan mengirim aduan resmi dan berjanji akan meneruskannya ke tingkat kabupaten.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono mengatakan, tim gabungan Polisi Khusus Kelautan Direktorat Jenderal PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten telah menginvestigasi pagar laut itu pada September 2024.
Dari hasil investigasi dan pengambilan foto udara dengan drone diketahui bahwa pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang, kemudian dari Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. Namun, Pung beralasan, KKP perlu menyelidiki terlebih dahulu sebelum menyegelnya. “Saat ini sudah kami hentikan sambil terus mendalami siapa pelakunya," kata dia.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika berpandangan pemagaran laut sudah pasti mengganggu aktivitas nelayan. Karena itu, semestinya pemerintah dan kepolisian bertindak lebih cepat.
Yeka, yang sudah mendatangi sejumlah desa yang terkena dampak pemagaran laut pada Desember 2024, mendapat sejumlah laporan ihwal dugaan intimidasi yang diterima warga karena melaporkan pembangunan pagar laut itu.
Pemagaran laut ilegal di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, 9 Januari 2024. Dok. KKP
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) juga menilai semestinya pemerintah menghentikan dan menyegel aktivitas itu sebelum pagar terbangun puluhan kilometer. "Ini tanggung jawab besar KKP untuk mengetahui peruntukan ruang dari setiap pesisir dan pulau-pulau kecil ini," tutur Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati kepada Tempo, Ahad, 12 Januari 2024.
Pemagaran laut, menurut Susan, melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Soalnya, perlindungan seharusnya tidak hanya mencakup nelayan sebagai individu, tapi juga ruang hidup mereka. "KKP seharusnya malu karena tidak bisa menjalankan tugasnya melindungi nelayan dan laut," kata dia.
Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan juga meminta pemerintah mengambil langkah tegas terhadap kasus pemagaran laut itu karena melanggar hak rakyat dan nelayan. Ia berpandangan bahwa kasus ini telah memicu keresahan di kalangan nelayan setempat karena menghalangi akses mereka ke area penangkapan ikan, meningkatkan biaya operasional, dan mengancam keberlanjutan mata pencarian mereka.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengingatkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat.
Lagipula, sekarang sudah ada yang mengklaim membuatnya. KKP, kata Johan, mestinya bisa mengusut pemodal di belakangnya karena membuat pagar sepanjang 30 kilometer bukan pekerjaan ringan. ●
Ayu Cipta dari Tangerang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo