Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Konosuke Matsushita mungkin tidak asing bagi pecinta elektronik di seluruh dunia. Matsushita lahir di Osaka, Jepang, pada tanggal 27 November 1894. Sejak kecil, ia telah menunjukkan jiwa wirausaha. Di usia 9 tahun, pendiri Panasonic ini mulai berjualan batu bara dan ikan kering door-to-door. Pengalaman ini menumbuhkan kemampuannya dalam bernegosiasi dan memahami kebutuhan pelanggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahun 1918, di usianya yang ke-23, Konosuke Matsushita memberanikan diri mendirikan Matsushita Electric Works Laboratory di sebuah gudang kecil. Modalnya? Hanya tekad, keterampilan memperbaiki peralatan listrik yang ia peroleh secara otodidak, serta dukungan sang istri dan tiga orang asisten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Produk pertamanya terbilang sederhana: bola lampu sepeda yang lebih murah dan tahan lama dibanding produk yang ada di pasaran. Namun, di balik kesederhanaan itu, tersimpan filosofi bisnis Matsushita yang berorientasi pada "peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari dengan harga yang terjangkau". Inovasi ini membawa Matsushita pada kesuksesan awal. Ia tak berhenti mengembangkan produk, merambah ke soket lampu, kemudian peralatan listrik lainnya.
Dikutip dari laman holdings.panasonic, pada 1918 menjadi titik balik penting. Matsushita mengeluarkan prinsip "Seven Management Essentials", yang menekankan pentingnya kualitas, pelayanan, dan kepuasan pelanggan. Prinsip ini menjadi landasan bagi Panasonic Corporation, yang didirikan Matsushita pada 1931. Nama "Panasonic" sendiri merupakan gabungan dari dua kata: "Pan" yang berarti universal, dan "sonic" yang bermakna suara. Ini merepresentasikan ambisi Matsushita untuk menghadirkan inovasi suara bagi seluruh dunia.
Panasonic di bawah kepemimpinan Matsushita melesat bak roket. Perusahaan ini tak hanya menguasai pasar lampu dan soket, tetapi juga merambah ke produk-produk lain seperti kipas angin, setrika listrik, dan radio. Inovasi menjadi senjata utama. Matsushita percaya bahwa teknologi harus terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Ia bahkan mendorong para pegawainya untuk selalu berpikir "Bagaimana kita bisa membuat produk ini lebih baik dan lebih murah?"
Berkat filosofi ini, Panasonic berhasil memproduksi radio dengan harga terjangkau pada 1931, yang pada saat itu dianggap sebagai barang mewah. Produk ini menjadi pionir dan membuka gerbang bagi masyarakat Jepang untuk menikmati hiburan radio. Keberhasilan Panasonic berlanjut. Pada tahun 1952, perusahaan ini memproduksi televisi pertamanya, yang kembali menggebrak pasar dengan harga yang lebih kompetitif.
Matsushita tak hanya fokus pada keuntungan. Ia peduli terhadap kesejahteraan karyawannya. Ia menerapkan sistem bonus dan program pelatihan yang komprehensif, menciptakan lingkungan kerja yang positif dan memotivasi. Prinsip "berbagi keuntungan dengan karyawan" menjadi salah satu pilar kesuksesan Panasonic.
Konosuke Matsushita wafat pada 1989, meninggalkan warisan yang tak ternilai. Panasonic telah menjelma menjadi perusahaan raksasa elektronik global, memproduksi berbagai peralatan elektronik, mulai dari televisi dan AC hingga kamera dan smartphone.
Lebih dari itu, Matsushita meninggalkan filosofi bisnis yang mengutamakan inovasi, kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan karyawan. Kisahnya menjadi inspirasi bagi para pelaku bisnis di seluruh dunia, membuktikan bahwa dengan kerja keras, visi yang jelas, dan kepedulian terhadap sesama, impian sebesar apapun dapat diraih, bahkan dari sebuah garasi kecil di Osaka.