Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI mengatakan kasus nasabah bernama Sugiharto Hadi yang rugi Rp 34 miliar di perusahaan pialang dalam perdagangan berjangka komoditi sudah selesai. Namun kasus tersebut masih dalam tahap monitoring Ombudsman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kasusnya Sugiharto dalam tahap sudah diselesaikan, lagi dalam tahap monitoring. Jadi tidak kami hitung lagi," kata anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 30 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Yeka, sapaannya, ada praktek split, delay dan reject dalam kasus Sugiharo Hadi. Oleh karena itu, pihaknya menyelesaikan kasus tersebut harus diselesaikan lebih dulu.
Dia menjelaskan praktek tersebut dilakukan oleh perusahaan pialang atau pedagang dalam perdagangan berjangka komoditi. Mereka melakukan intervensi pada sistem sehingga nasabah tidak mendapatkan keuntungan, bahkan mengalami kerugian.
"Nah tadi split, misalnya kemarin kita beli Rp 1.000.000, sekarang kita mau jual udah bagus nih harga Rp 1.200.000. Misalnya mau jual 100 lot, tiba-tiba di-split, dari 100 lot itu 50 lot untuk ini, 50 lot untuk ini sehingga mengurangi peluang untuk mendapatkan keuntungan, bahkan bisa kerugian," papar Yeka.
Sementara delay menyebabkan nasabah tidak bisa mengambil keuntungan karena sistem loading terus. Sedangkan reject membuat nasabah tidak bisa membeli (buy) atau menjual (sell) karena tiba-tiba terpental dari sistem.
"Nah, tentu kami sedang monitoring apakah kasus Sugiharto Hadi sudah diselesaikan atau tidak," tutur Yeka. "Jangan-jangan ini masih jauh panggang dari api."
Selanjutnya: Tahap pelaporan di Ombudsman
Asisten Ombudsman RI Kusharyanto menjelaskan akan mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LHAP) setelah pemeriksaan selesai. Jika ditemukan maladministrasi, dilanjutkan dengan tindakan korektif.
"Jadi tindakan korektif itu tindakan yang hrs dilakukan terlapor dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang disampaikan oleh terlapor. Nah, LHAP tindakan korektif ini dilakukan monitoring selama 30 hari," tutur Kusharyanto dalam kesempatan yang sama.
Ombudsman nantinya akan memonitor apakah tindakan korektif dilakukan seluruhnya, sebagian, atau tidak sama sekali Jika dilaksanakan sebagian tapi alasannya bisa diterima Ombudsman, maka kasus bisa ditutup.
"Kalau tidak dilaksanakan, maka selanjutnya masuk ke tahap resolusi monitoring di mana ada mediasi ulang atau pemeriksaan tambahan," ujar Kusharyanto.
Jika tidak ada penyelesaian dalam tahapan resolusi monitoring, tindakan korektif di dalam LHAP akan dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi. Rekomendasi ini adalah produk akhir Ombudsman.
"Kalau rekomendasi sifatnya wajib, sudah tertera di undang-undang dan harus dilaksanakan. Toh ketika itu tidak dilaksanakan, Ombudsman akan menyampaikan ke Presiden dan DPR," ucap dia.