Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat utang Moody’s Investor Service menurunkan prospek (outlook) peringkat milik PT Indosat Tbk. menjadi negatif dari sebelumnya stabil. Pada saat yang bersamaan, Moody’s juga menegaskan rating issuer milik emiten berkode saham ISAT tersebut yaitu Baa3.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
VP dan Analis Senior Moody’s Nidhi Dhruv menyebutkan outlook negatif mencerminkan pelemahan metrik keuangan Indosat dengan kode saham ISAT tersebut. “Hal itu didorong oleh rencana perseroan untuk menambah capex 4G di tengah-tengah lingkung persaingan intens di sektor selular Indonesia,” tulis Dhruv seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat, 22 Maret 2019.
Kinerja keuangan dan operasional Indosat terlihat menurun secara signifikan selama beberapa kuartal terakhir. Hal itu terutama terjadi akibat aturan registrasi kartu SIM dan penurunan tajam dalam pendapatan dari bisnis tradisional (voice dan SMS) pada 2018.
Pendapatan Indosat turun 23 persen menjadi Rp 23,1 triliun pada 2018 dibandingkan pada tahun sebelumnya. Penurunan pendapatan perusahaan sebagian besar tertekan oleh penurunan 26 persen di bisnis seluler.
Sementara itu, jumlah basis pelanggan Isat juga jeblok hingga 47 persen menjadi 58 juta pada akhir 2018, dari 110 juta pada akhir 2017. Selanjutnya, rata-rata pendapatan per pelanggan (ARPU) melemah 8 persen menjadi Rp 18.700 pada periode yang sama.
Kendati sektor seluler Indonesia tetap kompetitif, menurut dia, ada kenaikan tipis per kuartal untuk pertumbuhan ARPU dan pendapatan. “Pertumbuhan yang lebih konsisten di pendapatan akan membuat perusahaan bisa mengganti kerugian pangsa pasar dan marjin labanya, (hal itu) dapat menjadi pendukung stabilitas outlook rating,” kata Dhruv yang juga Lead Analyst untuk Indosat Ooredoo.
Karena pelanggan dan pendapatan turun akibat lemahnya jaringan 4G, Indosat menggelontorkan belanja modal (capex) yang lebih besar hingga Rp 30 triliun pada periode 2019 - 2021. Capex tersebut bakal digunakan untuk memperkuat jaringan 4G dan memperluas area cakupan di luar Jawa.
Dhruv menilai, penambahan investasi tersebut merupakan strategi kunci bagi ISAT untuk tetap kompetitif, khususnya terhadap kompetitor terdekatnya di luar Jawa (PT XL Axiata Tbk.) “Namun, jika Indosat Ooredoo menggunakan basis utang untuk mendanai rencana capex-nya yang agresif, leverage dan metrik aliran kasnya akan tetap berada di atas toleransi kami untuk rating,” kata Dhruv.
Dhruv melanjutkan, bahkan upaya Indosat menambah modal lewat penjualan menara tidak akan terlalu banyak membantu meski bisa menguntungkan posisi likuiditas perseroan. Saat ini perusahaan tersebut masih menelusuri opsi pendanaan alternatif, termasuk dengan menjual menara dan memonetisasi sahamnya di beberapa anak usaha.
“Inisiasi tersebut akan memakan waktu, karena dinamisnya pasar dan tunduk terhadap aturan dan persetujuan pemegang saham,” kata Dhruv.
Adapun posisi kas dan setara kas Indosat per 31 Desember 2018 sebesar Rp 1 triliun dan fasilitas pinjaman yang masih tersedia sebesar Rp 3,7 miliar. Apabila jumlah tersebut dikombinasikan dengan perkiraan aliran kas sekitar Rp 5 triliun dalam 12 bulan ke depan, hasilnya tidak akan mampu menutup utang jatuh tempo yang senilai Rp 6,4 triliun dan perkiraan belanja modal sebesar Rp 10 triliun.
Moody’s juga berharap Indosat akan mendanai ulang utang jatuh temponya menggunakan obligasi rupiah bertenor panjang atau pinjaman dari bank. “Mengingat Indosat Ooredoo memperlihatkan akses yang kuat di perbankan domestik dan pasar obligasi, kami mempertimbangkan risiko refinancing akan terjaga,” tulis Moody’s.