Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kini Giliran Kayu

Menteri pertanian mengeluarkan sk: kenaikan iuran hak pengusaha hutan dan iuran hasil hutan. tarif tersebut tergolong paling tinggi. eksportir kayu usul agar harga patokan itu lebih realistis. (eb)

16 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pengusaha kehutanan dikejutkan oleh sepucuk SK Menteri Pertanian, berlaku mulai 8 Oktober lalu. Isinya: Kenaikan iuran hak pengusahaan hutan (HPH), sekaligus kenaikan iuran hasil hutan yang rata-rata 3 x lipat. Mungkin karena anggotanya belum berkumpul di Jakarta atau mungkin karena harga kayu meranti -- itu pelopor ekspor kayu -- sedang menanjak (kini AS$ 60/m3), MPI belum memberikan tanggapan. Sekalipun beberapa pengusaha kayu mulai bertanya-tanya. Seorang pimpinan Mitsubishi Jepang yang punya konsesi 100 ribu Ha dekat Balikpapan tampak bingung: "Nantinya berapa besar royalties yang seluruhnya harus kami bayar?" Perusahaan itu tadinya harus membayar royalties sebesar AS$ 3/m3 yang terdiri dari 2 komponen: iuran hasil hutan dan pungutan untuk membiayai pemukiman kembali (resettlement) penduduk asli Kalimantan dan pengerukan sungai-sungai di daerah konsesi. Dua macam pungutan itu, bagi maskapai BFI (Balikpapan Forest Industries) itu besarnya masing-masing AS$ 1,50/m3. Tarif itu tergolong paling tinggi, sebab konsesi BFI letaknya di wilayah I menurut administrasi Kehutanan (Kal-tim & Maluku Utara), seperti halnya kongsi Tri Usaha Bhakti & Weyerhaeuser (ITCI), serta anak perusahaan Soriano Brothers, KRTP. Dengan SK Mentan No. 561/1976 itu, iuran hasil hutan bagi ketiga perusahaan besar itu naik menjadi Rp 2000/ m3, khususnya untuk meranti berdiameter 50 senti. Nah, kalau iuran hasil hutan yang dilola oleh Ditjen Kehutanan itu naik 3 x lipat, berapa kenaikan iuran pemukiman kembali yang dilola Menteri Mintareja & Sekretariat Negara? Kalau pungutan itu pun naik 3 x lipat, maka seluruh royalties kayu meranti itu bisa naik menjadi $ 10 per m3. Atau 16% dari harga kayu meranti di pasaran dunia sekarang. Sesungguhnya SK Mentan soal kenaikan iuran hasil hutan itu baru dikeluarkan 5 tahun setelah ketentuan yang lama, dan mungkin baru 5 tahun kemudian akan diperbaharui lagi. Namun yang dikhawatirkan eksportir kayu seperti Mitsubishi itu adalah naik turunnya harga kayu yang bisa terjadi beberapa Rali dalam periode 5 tahun itu, tergantung keadaan pasaran di luar negeri. "Dalam jangka pendek", kata seorang eksportir pada TEMPO, "kenaikan iuran hasil hutan itu masih dapat diserap oleh tingginya harga meranti eks Ka- limantan Timur. Tapi entah bagaimana akibatnya kalau pungutan pemukiman kembali itu juga dinaikkan". Sementara itu, paket perangsang ekspor 1 April 1974 kabarnya juga belum mereka nikmati seluruhnya. Sebagai tindak lanjut dari paket Menteri Radius itu, pajak ekspor untuk meranti diturunkan sampai 10%, dan kayu bakau malah dihapuskan sama sekali. Tapi berabenya, para eksportir kayu seringkali belum bisa akur dengan Bea Cukai soal harga mana yang harus dijadikan patokan untuk pemungutan pajak ekspor itu: harga patokan (HP) yang ditentukan oleh Departemen Perdagangan, atau harga riil yang tercantum dalam kontrak antara eksportir dengan importir di luar negeri. Para eksportir cenderung mencantumkan HP pada dokumen invoice sesuai dengan petunjuk Bl melalui surat etarannya akhir April lalu. Sebaliknya duane di beberapa tempat minta diperlihatkan kontrak penjualan kayu itu. Soalnya, para duane juga mathum bahwa HP yang dicantumkan di dokumen invoice itu sudah ketinggalan zaman karena naiknya harga di luar negeri. Makanya seorang eksportir kayu yang berkantor di Jakarta mengusulkan: "penentuan HP itu baiknya lebih realistis: jangan lebih tinggi dari harga pasaran, tapi juga jangan lebih rendah kalau pasaran sedang baik". Ternyata hasratnya terkabul bulan ini: pemerintah menaikkan HP barang-barang ekspor, termasuk kayu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus