Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mendukung kebijakan larangan truk over dimension over loading (ODOL)—yang mengangkut barang dengan kelebihan muatan—mulai tahun 2023. Menurut Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono kebijakan itu merupakan upaya untuk peningkatan keselamatan transportasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dari sisi keselamatan transportasi, kata Soerjanto, KNKT melihat pengoperasian truk ODOL ini selain berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, juga membahayakan angkutan penyeberangan. “Catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan kendaraan ODOL sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di kapal,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Jumat, 30 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Beberapa kecelakaan tersebut di antaranya tenggelamnya Windu Karsa di Perairan Kolaka, 27 Agustus 2011; Rafelia 2 di perairan Selat Bali, 4 Maret 2016; Lstari Maju di perairan Selat Selayar, 3 Juli 2018. Kasus lainnya, patahnya pintu rampa Nusa Putra, diMerak, 27 Desember 2018; tenggelamnya Bili, Sungai Sambas, 20 Februari 2021; Yunicee di Perairan Selat Bali, 29 Juni 2021; dan terakhir terbaliknya Ssatya Kencana III, di Pelabuhan Kumai, 19 Oktober 2022.
Kasus tenggelamnya Kapal Yunicee mengakibatkan korban meninggal 11 orang dan 13 orang hilang. KNKT menemukan salah satu faktor yang berkontribusi adalah saat kapal bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload), sehingga benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan.
“Temuan KNKT dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut salah satunya juga diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL,” kata Soerjanto.
Pengaruh truk ODOL terhadap angkutan penyeberangan ini jika dihubungkan dengan sarana yang ada ternyata juga sangat berkaitan. Keberadaan ODOL di kapal, Soerjanto berujar, berpotensi menyebabkan kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal, dan juga nosel alat pemadam.
Tinggi muatan juga, disebut Sierjanto, bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak efektif. Dan yang tak kalah membahayakannya adalah jarak antar kendaraan di geladak kendaraan semakin pendek. “Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran,” ucap dia.
Dari sisi angkutan penyeberangan angkutan ODOL juga mempengaruhi berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang masuk. Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat kendaraan per unit sudah melebihi batas.
Meningkatnya dimensi kendaraan, Soerjanto menuturkan, membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin berkurang. Selain itu pemuatan kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan yang semakin besar. “Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan semakin lama,” kata dia.
Soal keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan yang melewati garis sarat maksimum menyebabkan berbagai gangguan pada operasional kapal. Di antaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk), stabilitas kapal, meningkatnya kemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam kendaraan.
“Di lapangan truk ODOL cenderung melindungi muatannya dengan penutup berlapis. Hal ini menyebabkan pengawasan terhadap isi muatan menjadi semakin sulit,” ujar Soerjanto. “Ditambah dengan tidak adanya deklarasi secara akurat manifest muatan yang dibawa kendaraan ODOL.”
Belakangan, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Hendro Sugiatno meminta para operator pelabuhan untuk mengutamakan keselamatan saat mengatur muatan kapal. Dia juga meminta agar operator melarang truk kelebihan muatan.
Hendro merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 103 Tahun 2017 Tentang Pengaturan dan Pengendalian Kendaraan yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan. “Saya meminta operator dan petugas terkait untuk tegas menolak kendaraan yang tidak sesuai ketentuan terlebih jika ada indikasi ODOL,” ujar dia pada Kamis, 29 Desember 2022.
Dalam pasal 2 beleid aturan tersebut, kata Hendro, tertulis bahwa setiap kendaraan beserta muatannya yang akan diangkut menggunakan kapal penyeberangan wajib diketahui dimensi (tinggi) dan berat kendaraan. Operator pelabuhan penyeberangan juga berhak menolak kendaraan yang tidak menaati ketentuan.
“Kendaraan yang tidak menaati peraturan dapat dikeluarkan dari lajur antrean pembelian tiket. Oleh karena itu, operator pelabuhan penyeberangan harus menyediakan jalur khusus untuk mengeluarkan kendaraan dari pelabuhan,” ucap Hendro.
Hendro juga meminta agar operator pelabuhan dapat berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melakukan penindakan tegas terhadap kendaraan ODOL. Ke depannya Hendro juga berharap agar pengaplikasian Permenhub itu dapat dilakukan menyeluruh dengan menyediakan fasilitas portal dan jembatan timbang di pelabuhan penyeberangan.
Terlebih lagi, Hendro melanjutkan, dalam kondisi cuaca ekstrem saat ini, seperti gelombang tinggi, kondisi kendaraan muatan berlebih akan sangat berbahaya. Oleh karena itu atas alasan keselamatan pelayaran Hendro meminta operator pelabuhan dan petugas lebih ketat lagi dalam menyortir kendaraan yang akan masuk ke kapal.
“Agar tidak ada lagi kecelakaan kapal dan truk terutama dalam situasi cuaca yang kurang bersahabat seperti belakangan ini,” tutur Hendro.