Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kala Mencari Pekerjaan Kian Sulit

Angkatan kerja baru masih kesulitan menembus dunia kerja. Pertumbuhan ekonomi tak efektif mengurangi pengangguran.

11 Januari 2024 | 00.00 WIB

Pengunjung mencari informasi lowongan kerja pada Pameran Bursa Kerja 2024 di Jakarta, 10 Januari 2024. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pengunjung mencari informasi lowongan kerja pada Pameran Bursa Kerja 2024 di Jakarta, 10 Januari 2024. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Meski banyak bursa kerja digelar, tapi syarat yang diminta penyedia lowongan kerap menghambat para calon pelamar.

  • Tingkat pengangguran masih lebih tinggi ketimbang kondisi sebelum masa pandemi.

  • Sektor usaha yang dilaporkan bertumbuh tak banyak menyerap tenaga kerja.

JOSUA, 25 tahun, mesti pulang dengan membawa kembali sebundel map berisi resume dan surat lamaran pekerjaan dari acara Indonesia Career Expo 2024 di gedung Smesco Indonesia, Jakarta Selatan, kemarin. Dua jam berkeliling area bursa kerja tersebut, sarjana informatika dari salah satu universitas swasta di Depok, Jawa Barat, itu tak mendapatkan lowongan pekerjaan yang cocok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tak satu pun map lamaran pekerjaan itu ia tinggalkan di booth peserta acara. “Ada beberapa (lowongan) yang cocok dengan bidang saya, tapi syarat masuknya rumit,” ujarnya kepada Tempo di lokasi acara. Padahal, dalam acara itu, setidaknya ada 58 perusahaan yang menyediakan lowongan pekerjaan. Tapi banyak calon pelamar yang urung menyimpan surat lamaran kerja karena syarat yang diminta tak sesuai dengan pengalaman dan keahlian mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Salah satunya sebuah perusahaan elektronik yang berbasis di Tangerang. Dalam acara kemarin, perusahaan ini membuka peluang karier di bidang teknologi informasi, yang sebetulnya bisa saja dimasuki Josua. Tapi, begitu melihat syarat yang diminta, Josua pun keder. "Mereka minta pengalaman kerja minimal dua tahun, atau satu tahun pernah ikut bootcamp (pelatihan)."

Ada juga lowongan pekerjaan di bidang manajemen media sosial yang coba dilamar Josua. Tapi rupanya kuotanya dibatasi. Ia pun tak bisa memasukkan surat dan dokumen lamaran pekerjaannya. Bursa kerja di Smesco kemarin, menurut pengakuan Josua, bukan acara pertama yang ia hadiri. Dia beberapa kali menghadiri acara serupa di tempat lain pada 2023. “Waktu itu sempat ninggalin beberapa CV (curriculum vitae). Tapi mungkin (karena saya) fresh graduate, jadi belum dipertimbangkan. Belum ada panggilan.”

Pencari kerja mencari informasi lowongan kerja dalam Pameran Bursa Kerja 2024 Jakarta, 10 Januari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Barto juga kebingungan memilih lowongan yang tersedia di acara Indonesia Career Expo 2024. Tak ada perusahaan yang menyediakan peluang karier bagi sarjana ilmu gizi—gelar yang dimiliki perantau asal Bengkulu ini. Sarjana lulusan 2021 itu mengaku sudah tiga bulan mencari pekerjaan di Jakarta. Sejak wisuda, Barto sudah beberapa kali menekuni pekerjaan sambilan. Salah satunya menjadi kurir layanan logistik. “Saya bosan freelance. Tapi memang belum diterima beberapa perusahaan di sini.”

Lain lagi cerita Firyal Nabita, sarjana dari Universitas Indonesia yang aktif memburu lowongan melalui jalur daring setelah lulus empat bulan lalu. Menurut sarjana hubungan internasional ini, semakin banyak sarjana baru yang berusaha menarik perhatian penyedia lowongan kerja melalui rincian resume.

Dalam beberapa acara bursa kerja, termasuk yang digelar di kampusnya, ujar Nabila, para calon pelamar harus membuat resume khusus untuk menyasar perusahaan tertentu. “Sudah bukan zamannya satu CV untuk semua lowongan. Harus sesuai dengan permintaan perusahaan,” tuturnya, kemarin. Para pelamar umumnya menebalkan penjelasan mengenai pengalaman yang cocok dengan lowongan yang diincar. 

Beberapa employer dalam aplikasi pencarian karier, seperti LinkedIn, kata dia, juga memberi persyaratan sulit untuk lowongan entry level atau pekerjaan jenjang pertama. Hal itu membuat persaingan di kalangan pelamar kian ketat. “Mereka meminta portofolio yang bukan sekadar pengalaman magang atau riwayat organisasi, tapi juga kreativitas tertentu, misalnya keahlian membuat konten di media sosial.” 

Dengan ketatnya persaingan, para lulusan anyar itu menambah jumlah angkatan kerja yang masih menganggur. Data terbaru Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah penduduk usia kerja di Indonesia terus bertambah. Dari 206,71 juta orang pada Agustus 2021 menjadi 212,59 juta orang pada Agustus lalu. Tapi jumlah penduduk yang bekerja hanya sekitar 139 juta orang. 

Adapun tren penganggur sempat melandai di tengah masa pandemi. Angka penganggur 9,10 juta orang yang dicatat BPS pada Agustus 2021 turun menjadi 8,42 juta orang pada periode serupa di tahun berikutnya. Pada Agustus tahun lalu, jumlah penganggur kembali menyusut menjadi 7,86 juta orang. Namun jumlah itu tetap lebih tinggi dibanding jumlah penganggur pada masa pra-pandemi, yakni pada 2019, yang sebanyak 7,05 juta orang.

Serapan Tenaga Kerja Tak Optimal

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam menyebutkan generasi tenaga kerja baru semakin melimpah jumlahnya sehingga sulit dibendung oleh dunia usaha. Angka penganggur bertambah ketika penyerapan tenaga kerja baru pun lemah, terutama dari sektor manufaktur yang semestinya berpotensi diisi banyak pekerja. “Pertumbuhan ekonomi kita tak diikuti serapan kerja yang optimal,” katanya, kemarin.  

Pada era 1990-an—masa kejayaan industri manufaktur—Bob menyebutkan setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi sudah mewakili penyerapan 600 ribu pekerja. Tapi hari ini persentase itu hanya setara dengan 200 ribu tenaga kerja. Artinya, angka pertumbuhan ekonomi 5 persen per tahun hanya setara dengan penyerapan 1 juta pekerja. Padahal jumlah angkatan kerja baru bisa melebihi 2,5 juta per tahun. “Jadi bonus demografinya belum tertampung.”

Pencari kerja antre mencari informasi lowongan dalam Pameran Bursa Kerja 2024 Jakarta, 10 Januari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama mengatakan sektor usaha yang tercatat tumbuh oleh BPS, pada Agustus 2023, tak menyerap banyak tenaga kerja. Sektor akomodasi dan makanan-minuman, sebagai contoh, tercatat tumbuh 10,9 persen secara tahunan. Meski begitu, penyerapan tenaga kerjanya hanya 1,18 juta orang. Sektor transportasi dan pergudangan juga tumbuh 14,74 persen year-on-year, tapi hanya menyerap 340 ribu pekerja dalam setahun. “Kalau begini, pertumbuhan ekonomi tidak mampu mendorong penyerapan tenaga kerja.”  

Survei konsumen terbaru yang dirilis Bank Indonesia juga menunjukkan penurunan indeks ekspektasi atas ketersediaan lapangan kerja selama enam bulan ke depan. Dalam survei yang dilakukan terhadap 4.600 rumah tangga golongan ekonomi menengah ke atas itu, indeks keyakinan masyarakat soal peluang kerja turun dari 131,4 pada November 2023 menjadi 129,9 sebulan berikutnya.

Keyakinan kelompok responden dengan tingkat pendidikan pascasarjana, menurut survei BI, anjlok dari 144,4 menjadi 120,3. Keyakinan dari kelompok pendidikan sarjana juga merosot dari 144,8 menjadi 133,7. Ketersediaan lapangan kerja hanya salah satu indikator inti survei BI yang dipakai untuk menentukan arah konsumsi rumah tangga tersebut. 

Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono memastikan penurunan ekspektasi ketersediaan pekerjaan masih dalam zona optimistis. Menurut dia, indeks tersebut tidak bisa hanya dibaca sepotong-sepotong. “Harus juga melihat bulan sebelumnya agar kita tidak terjebak perkembangan jangka pendek,” katanya kepada Tempo.

YOHANES PASKALIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Yohanes Paskalis

Yohanes Paskalis

Mulai ditempa di Tempo sebagai calon reporter sejak Agustus 2015. Berpengalaman menulis isu ekonomi, nasional, dan metropolitan di Tempo.co, sebelum bertugas di desk Ekonomi dan Bisnis Koran Tempo sejak Desember 2017. Selain artikel reguler, turut mengisi rubrik cerita bisnis rintisan atau startup yang terbit pada edisi akhir pekan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus