Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai utang pemerintah naik menjelang akhir tahun ini. Per November 2024, angkanya tembus Rp 8.680,13 triliun atau naik sekitar 1,39 persen dibandingkan posisi bulan sebelumnya pada Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka tersebut tercatat dalam dokumen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dirilis oleh Kementerian Keuangan secara bulanan, dengan tajuk APBN Kinerja dan Fakta (KiTA).
“Ditinjau dari posisi outstanding utang pemerintah, jumlah utang pemerintah per akhir November 2024 mencapai Rp 8.680,13 triliun,” demikian tertulis dalam APBN KiTA edisi Desember 2024, dikutip pada Senin, 23 Desember 2024.
Sedangkan, posisi utang per akhir Oktober 2024 tercatat Rp 8.560,36 triliun, dengan rasio utang 38,66 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini berarti jumlah utang pemerintah bulan lalu naik sekitar 1,39 persen.
Nilai utang pemerintah per November 2024 membuat rasio utang terhadap PDB hampir menembus 40 persen. Rasio utang per akhir November 2024 tercatat sebesar 39,20 persen terhadap PDB. Adapun, batas aman rasio utang terhadap PDB adalah 60 persen, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Kemenkeu menilai profil jatuh tempo utang pemerintah per November 2024 terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8,01 tahun.
Risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar juga terkendali, dengan 80,3 persen total utang menggunakan suku bunga tetap (fixed rate) dan 71,6 persen total utang dalam rupiah.
Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,12 persen dengan nilai total Rp 7.648,87 triliun. Komposisi itu dilengkapi dengan 11,88 persen pinjaman dengan nilai total Rp 1.031,26 triliun.
Jumlah 88,12 persen SBN terdiri dari 71,12 persen SBN domestik dan 17,00 persen SBN valuta asing atau valas. Penerbitan SBN domestik mencapai Rp 6.173,37 triliun dibandingkan SBN valas senilai Rp 1.475,50 triliun.
Per akhir November 2024, kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,02 persen. Sementara, investor asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,53 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lembaga keuangan domestik memegang kepemilikan SBN 41 persen, terdiri atas perbankan 18,9 persen, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9 persen, serta reksa dana 3,2 persen. Adapun kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia tercatat sekitar 25,3 persen.
Sementara itu, pinjaman dengan jumlah total Rp 1.031,26 triliun didominasi pinjaman luar negeri sebesar Rp 988,38 triliun, lalu pinjaman dalam negeri sebesar Rp 42,88 triliun. Pinjaman luar negeri mencakup pinjaman bilateral, multilateral, bank komersial, hingga supplier.
Pinjaman bilateral per November 2024 mencapai angka Rp 265,74 triliun, lebih sedikit dibandingkan pinjaman multilateral dengan jumlah Rp 576,34 triliun. Sedangkan pinjaman dari bank komersial adalah sebesar Rp 146,30 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini