Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA - Sejumlah lembaga pengawasan kebijakan publik hingga perdagangan menyatakan diri bakal mengawasi kebijakan pembukaan kembali ekspor benih lobster yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih mengatakan lembaganya bakal mendalami beberapa hal terkait kebijakan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selain mengarah adanya dugaan potensi maladministrasi, perlu didalami juga ihwal konstitusi ekonominya," kata Alamsyah, Senin 6 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, dalam pengelolaan sumber daya alam, pemerintah seharusnya menyediakan sejumlah dana cadangan sumber daya alam termasuk komoditas laut seperti lobster. Dia mengatakan hal tersebut sudah menjadi amat undang-undang dasar negara.
Adapun, ujarnya, adanya komponen penerimaan negara bukan pajak dalam eksportasi sangat beda peruntukannya. PNBP, katanya, merupakan pundi-pundi fiskal yang harus dihabiskan dalam setiap tahun anggaran tahun berikutnya.
"Dalam pengelolaan komoditas Kelapa Sawit kan ada, jangan sampai kecolongan seperti batu bara dan minyak mentah yang sudah mau habis tak ada dana cadangannya," katanya. Ombudsman sendiri, kata Alam, saat ini sedang membikin kerangka kerja internal untuk melakukan pendalaman tersebut.
Pun, katanya, lembaganya juga sudah mulai melakukan diskusi informal dengan tenaga ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap wacana ini. "Di negara lain membentuk lembaga khusus untuk pencadangan dana, begitu juga melibatkan Badan Usaha Milik Negara, itu yang akan kami dalami," katanya.
Selain Ombudsman, lembaga lain yang menyatakan diri siap memantau kebijakan ini ialah Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sebelumnya, Komisioner KPPU Chandra Setiawan mengatakan idealnya suatu aktivitas perdagangan komoditas ekspor harus bersifat terbuka tanpa adanya diskriminatif untuk pihak-pihak tertentu.
"Sekarang, kami tunggu laporan pihak terkait yang merasa dirugikan," kata Chandra.
Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo baru merevisi kebijakan pelarangan ekspor benih lobster dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Tahun 2020. Kebijakan ini merevisi kebijakan Menteri terdahulu yang menganggap ekspor benih lobster hanya menguntungkan eksportir dan negara tujuan ekspor seperti Vietnam yang pasokan budidayanya 80 persen dari Indonesia.
Kebijakan yang diteken 4 Mei 2020 lalu, sudah menerbitkan izin ekspor ke-31 perusahaan. Menurut penelurusan Tempo, dari 31 perusahaan tak sedikit merupakan bisnis para politikus dari partai Gerakan Indonesia Raya-- partai Menteri Edhy. Berbagai nama beken partai seperti Hashim Djojohadikusumo terafiliasi dengan perusahaan eksportir.
Begitu juga dengan politikus Partai Keadilan Sejahterah Fahri Hamzah yang memiliki sebuah perusahaan eksportir benih lobster di Nusa Tenggara Barat bernama PT Nusa Tenggara Budidaya.
Anggota Komisi IV dari Partai Keadilan Sejahtera Slamet mengatakan kebijakan ini memang masih banyak bolongnya. Aturan teknis seperti pengawasan, penunjukan perusahaan eksportir yang mendapat izin kurang transparan dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Kami juga belum menerima kajian akademis dari pemerintah," katanya dalam rapat bersama Menteri Edhy kemarin.
Walhasil, dalam kesimpulan rapat kemarin, Ketua Komisi IV Sudin, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyerahkan naskah akademisnya ke DPR dalam rapat lanjutan pekan depan.
Menteri Edhy mengatakan relaksasi ekspor dilakukan selain adanya permintaan yang banyak terhadap benih lobster di pasar dunia, kebijakan ini juga memikirkan nasib ribuan nelayan yang nasibnya sempat terombang-ambing karena tak bisa lagi menangkap nelayan. "Memang banyak politikus yang jadi eksportir, tapi mereka kan orang Indonesia, siapa pun boleh mengajukan," kata Edhy
FRANCISCA CHRISTY ROSANA