Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah perang dagang antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Cina, Indonesia bisa menarik keuntungan. Syaratnya, pemerintah mesti mulai memperkuat diplomasi bilateral dengan mitra dagang strategis agar bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan Indonesia jangka panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ketika Amerika Serikat mulai melupakan NAFTA (North America Free Trade Agreement) dan beberapa perjanjian lainnya, ini waktunya Indonesia memperkuat perjanjian bilateral dengan Amerika. Sekarang kan masih kurang sehingga kita cuma jadi penonton," ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, kepada Tempo, Senin, 18 Juni 2018.
Baca Juga: Perang Dagang Amerika vs Kanada, Dubes AS di Kanada Diancam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, cara pertama memperkuat diplomasi dagang bilateral Indonesia adalah dengan mulai mengoptimalkan atase perdagangan, yang tersebar hampir di semua kedutaan Indonesia di seluruh dunia.
Dengan demikian, selain bisa menggenjot nilai ekspor di pasar yang sudah ada, Indonesia dapat melakukan penetrasi ke pasar-pasar baru, seperti Afrika, Rusia, dan Amerika Latin. "Tujuannya, agar pasar produk Indonesia bisa terdiversifikasi," kata Bhima.
Baca Juga: Meski Ada Perang Dagang, Neraca Perdagangan Indonesia Malah Defisit
"Jadi ketika produk kelapa sawit kita mentok di beberapa negara utama ekspor, kita tidak pusing mau ke mana lagi. Banyak negara yang butuh minyak kelapa sawit kita," ucapnya.
Bila diplomasi dagang sudah terbangun, Bhima melihat peluang bagi Indonesia untuk meraup keuntungan dalam momen perang dagang Amerika versus Cina terbuka lebar. Dia mencontohkan, untuk ekspor minyak nabati, Indonesia bisa mengekspor ke Cina karena negara itu baru saja meningkatkan tarif impor untuk kacang kedelai dan minyak kedelai yang memukul eksportir kedelai dari Amerika.
Baca Juga: Ini Mengapa Amerika Merasa Perlu Memberi Sanksi Dagang pada Cina
"Indonesia sebagai salah satu eksportir minyak sawit yang besar mesti mengambil celah yang ditinggalkan Amerika di sana. Masuklah produk kelapa sawit Indonesia ke Cina sebagai alternatif minyak nabati (menggantikan minyak kedelai dari Amerika)," tuturnya.
Pada saat yang sama, ketika ekspor elektronik dari Cina ke Amerika menjadi kurang kompetitif karena bea masuknya ditingkatkan pemerintah Amerika, Indonesia bisa mengekspor lebih banyak barang elektronik ke Amerika. "Ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan Indonesia," kata Bhima.
Baca Juga: Ini Reaksi Kanada dan Prancis Atas Tarif Impor Baru Donald Trump
Perang dagang antara Amerika dan Cina makin menghangat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif impor untuk 800 produk asal Cina dengan total nilai US$ 50 miliar terhitung mulai 6 Juli 2018. Produk otomotif andalan Cina termasuk yang akan mengalami kenaikan tarif di Amerika.
Sebagai balasan, Cina pun bersiap mengenakan tarif impor pada 659 produk asal Amerika, mulai kedelai, mobil, hingga makanan laut.