Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Persatuan Islam (Persis), sebuah ormas keagamaan yang cukup besar, sudah menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang belum lama diteken Presiden Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah terima sejak awal," kata Wakil Ketua Umum Persis, Atip Latipulhayat, dalam keterangannya, Selasa 30 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persis menjadi ormas keagamaan ketiga yang menyatakan siap menggarap tambang berdasarkan IUPK yang diberikan pemerintah setelah PB Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah.
Meski sejumlah pegiat lingkungan menyayangkan langkah ormas-ormas dengan anggota terbesar itu mau menerima tawaran mengelola tambang yang dinilai merusak lingkungan, ormas ini mempunyai alasan tersendiri.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai keberadaan izin tambang tersebut belum tentu dapat mendorong kesejahteraan ormas keagamaan. Karena itu, Jatam meminta agar ormas keagamaan menolaknya. “Pertambangan itu padat modal dan padat teknologi. Ekonomi tambang sangat rapuh, tidak berkelanjutan, rakus tanah, dan rakus air,” kata organisasi ini lewat siaran pers mereka pada Senin, 3 Juni 2024.
Menurut Atip, Persis berkewajiban untuk ikut mengelola sumber daya alam agar sesuai dengan konstitusi, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Persis juga harus berkontribusi dan memberi contoh pengelolaan sumber daya alam yang tidak merusak lingkungan.
Persis melihat selama ini pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara kurang fair hanya menguntungkan pihak tertentu. Karena itu, tawaran pemerintah merupakan tawaran untuk memperbaiki ketidakadilan tersebut.
Ia mengatakan, Persis akan melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan aturan. Dalam waktu dekat, Parsis akan segera mengajukan usulan perolehan izin usaha pertambangan tersebut.
Muhammadiyah: jangan bayangkan serba duit
Pada Ahad, 28 Juli 2024 lalu, Pengurus Pusat Muhammadiyah, memutuskan menerima tawaran IUP khusus dari pemerintah. Keputusan ini adalah hasil pleno pada 13 Juli lalu, dan Konsolidasi Nasional yang dilangsungkan selama 2 hari sejak 27-28 Juli.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan ingin mewujudkan pengelolaan usaha pertambangan yang berpihak pada kesejahteraan sosial dan lingkungan.
"Kami ingin mengelola tambang yang pro-kesejahteraan sosial dan pro-lingkungan," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta di Sleman, Minggu, 28 Juli 2024.
"Kami ingin punya role model pengelolaan tambang yang tidak merusak lingkungan dan tidak menimbulkan konflik dan disparitas sosial," ujar dia.
Dia menegaskan bahwa apabila pada akhirnya pengelolaan tambang itu lebih banyak dampak buruknya bagi lingkungan hidup maka Muhammadiyah akan mengembalikan IUP dari pemerintah.
"Ini poin penting bagi kami yang menjadi satu kesatuan agar publik tahu bahwa kita tidak asal menerima soal pengelolaan tambang ini. Tetapi kami juga menghargai political will pemerintah untuk menjadikan tambang lewat PP Nomor 25 untuk kesejahteraan sosial," kata dia.
Dalam menjalankan usaha pertambangan, pihaknya bakal mengembangkan model reklamasi dengan melibatkan program studi tambang, pertanian, kehutanan, teknik lingkungan, dan geologi di sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah.
Muhammadiyah, kata Haedar, merupakan organisasi besar yang telah berpengalaman dan saksama dalam mengelola berbagai amal usaha berorientasi bisnis yang dimiliki.
"Itu semua kami kembalikan untuk kepentingan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat," ujar dia.
Haedar berharap, semua pihak tidak memandang usaha pertambangan yang bakal dikelola PP Muhammadiyah bakal berorientasi pada keuntungan semata.
"Jangan dibayangkan yang serba positif menggembirakan, apalagi serba duit dan Insyaallah kami jauh dari itu," kata dia.
Sebaliknya, ia juga meminta sektor pertambangan tidak selalu dipandang sebagai suatu ancaman serta kesan buruk lainnya.
"Jangan menganggap dan meletakkannya sebagai sesuatu yang serba pahit, penuh dengan ancaman, dan seakan-akan kiamat kalau kita masuk ke dunia itu. Kita akan tetap dalam posisi moderat, jadi kita lihat sisi positifnya kita cermati dan kita jadikan masukan sisi negatifnya untuk terus kita lakukan kajian sampai pada titik akhir nanti kita menemukan model," kata dia.
Berikutnya: Alasan NU Realistis
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau (PBNU) Yahya Cholil Staquf membeberkan alasan organisasinya menerima pemberian izin tambang dari Presiden Joko Widodo. Alasan utama Gus Yahya –sapaan Yahya Cholil Staquf— karena PBNU membutuhkan dana untuk membiayai operasional berbagai program dan infrastruktur Nahdlatul Ulama.
"Pertama-tama saya katakan, NU ini butuh, apapun yang halal, yang bisa menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi," kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.
Ia mengatakan mayoritas program Nahdlatul Ulama dikelola oleh komunitas nahdliyin --warga NU. Sementara sumber daya dan kapasitas mereka sudah tidak mampu lagi untuk menopang berbagai program tersebut. Misalnya, kata dia, sekitar 30 ribu pesantren maupun madrasah yang dimiliki oleh nahdliyin.
Gus Yahya mencontohkan satu pesantren di Pondok Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang memiliki 43 ribu santri. Pesantren tersebut memiliki infrastruktur terbatas untuk kebutuhan santrinya. "Satu kamar, kira-kira seluas 3x3 meter itu diperuntukkan bagi 60-70 orang santri," kata dia.
Kondisi itu, kata Gus Yahya, membuat barang-barang santri harus diletakkan di sembarang tempat. Para santri juga akhirnya terbiasa tidur di sembarang tempat di area pesantren.
Di samping itu, kata dia, muslimat NU juga memiliki ribuan taman kanak-kanak (TK). Namun gaji para pengajar di TK tersebut belum cukup layak. Di antara guru-guru itu ada yang digaji hanya Rp 150 ribu setiap bulan. "Ya, gurunya sih ikhlas semua. Cuman, ya, yang lihat itu kan enggak tega," ujarnya. “Hal begini ini yang membuat kami dalam keadaan butuh sekali."
Menurut Gus Yahya, kondisi tersebut yang mendorong PBNU segera membutuhkan interferensi atau campur tangan sesegera mungkin. Sebab jika menunggu afirmasi dari pemerintah secara langsung, PBNU harus melewati birokrasi yang lama dan berbelit-belit. "Kami melihat sebagai peluang, ya segera kami tangkap. Wong (kami) butuh. Mau bagaimana lagi."
HENDRIK YAPUTRA | AISYAH AMIRA WAKANG | ANTARA
Pilihan Editor PP Kesehatan yang Diteken Jokowi Larang Penggunaan Kata 'Light" di Kemasan Rokok Baru