Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Kimia Farma (Persero) Tbk. melaporkan kerugian usaha sepanjang 2023 mencapai Rp 1,8 triliun. Kerugian itu membengkak dari posisi 2022 yang sebesar Rp 126 miliar. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Kimia Farma Lina Sari mengungkapkan terdapat sejumlah faktor penyebab kerugian di sisi operasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada inefisiensi pabrik, kapasitasnya terlalu besar tapi utilisasinya rendah," ujar Lina dalam konferensi pers, Selasa malam, 25 Juni 2024, di Gedung ILHI Bio Farma Grup, Cipinang, Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikutnya adalah kerugian yang bersumber dari produk yang tidak terserap dan sudah masuk dalam masa kedaluwarsa atau expired date. "Dari sisi komposisi produk di 2023 juga didominasi oleh produk-produk yang bermargin rendah," kata Lina.
Sedangkan, menurut Lina, faktor lainnya yang merugikan adalah dugaan penyelewengan data atau rekayasa penggelembungan keuangan di Kimia Farma Apotek. "Untuk detailnya belum bisa dielaborasi karena masih dalam tahap evaluasi dan audit oleh konsultan independen."
Ke depan, BUMN di bidang farmasi ini berkomitmen untuk melakukan transformasi usaha dan melakukan langkah-langkah perbaikan. "Di antaranya berfokus ke produk-produk bermargin tinggi dan melakukan efisiensi usaha," ucap Lina.
Di 2024, Kimia Farma pun berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan operasional, pengendalian biaya, penguatan good corporate governance (GCG), serta mengalokasikan belanja modal yang dominan untuk pengembangan bisnis Kimia Farma Apotek.
Anggaran tersebut akan digunakan untuk kegiatan operasional bisnis, perpanjangan sewa, relokasi outlet, dan rebranding. Sedangkan, segmen manufaktur akan mengalokasikan belanja modal untuk mendukung operasional pabrik.