Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Sampah Plastik Banjiri Asia Tenggara Sejak Cina Menutup Pintu

Setidaknya ada empat kasus impor limbah sampah plastik ke Tanah Air sejak Januari 2018 hingga Juni 2019.

18 Juni 2019 | 15.23 WIB

Petugas Dinas Kesehatan membersihkan ribuan jarum suntik limbah medis yang ditemukan di tepi jalan kawasan Jebres, Solo, Jawa Tengah, Selasa, 5 Maret 2019. Ribuan jarum suntik itu dibuang dengan kondisi terbungkus plastik di jalan KH Masykur. Foto: Bram Selo Agung
Perbesar
Petugas Dinas Kesehatan membersihkan ribuan jarum suntik limbah medis yang ditemukan di tepi jalan kawasan Jebres, Solo, Jawa Tengah, Selasa, 5 Maret 2019. Ribuan jarum suntik itu dibuang dengan kondisi terbungkus plastik di jalan KH Masykur. Foto: Bram Selo Agung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Permasalahan limbah sampah plastik yang kini membanjiri Asia Tenggara berawal dari kebijakan Cina yang melarang impor nyaris segala jenis limbah plastik. Padahal, Cina sebelumnya merupakan negara pengimpor sampah plastik terbesar.

Baca: Viral, Ini Seruan Susi Pudjiastuti tentang Buang Sampah

Untuk melindungi lingkungan dan kualitas udara, pemerintah Xi Jin Ping memutuskan untuk melarang impor plastik, yang didatangkan dari luar negeri oleh industri daur ulang domestik. Tertutupnya pintu di Cina ini membuat negara maju kelabakan dan  mencari negara lain sebagai tujuan pengapalan limbah plastiknya. Mayoritas kontainer berisi limbah plastik tersebut berujung ke negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia mencatat, setidaknya ada empat kasus impor limbah sampah plastik ke Tanah Air sejak Januari 2018 hingga Juni 2019.  Kasus pertama adalah temuan limbah plastik di Surabaya, Jawa Timur.

Bea Cukai mendapati ada lima kontainer yang semestinya berisi skrap kertas dari Amerika Serikat. Namun ternyata, kertas bekas impor itu dicampur sampah plastik dan mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun alias B3.

Kini, kontainer berisi sampah plastik itu sudah dikembalikan ke negara asal. "Seluruhnya sudah direekspor," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai Syarif Hidayat melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Senin, 17 Juni 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data dari UN Comtrade menunjukkan, gelombang limbah plastik berbelok dari Cina ke negara-negara di Asia Tenggara hanya dalam setahun. Ekspor limbah dan skrap platik (HS 3915) dari Kanada, Amerika Serikat, Britania Raya, dan Jepang dikapalkan menuju Cina, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam berdasarkan laporan negara pengekspor.

Pada 2017, Cina menyerap sebagian besar limbah plastik yang dikapalkan oleh 4 negara dengan total volume 1,5 juta ton. Namun pada 2018,  Cina hanya mengimpor sekitar 60.000 ton limbah plastik dari 3 negara, dan sama sekali tidak menerima pengiriman limbah plastik dari Amerika Serikat.

Pada periode yang sama, impor limbah plastik Malaysia dari 4 negara naik dari 298.000 ton menjadi 537.000 ton. Limbah plastik yang diterima Indonesia dari 4 negara naik dari 70.500 ton menjadi 120.000 ton.

Lonjakan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus lebih awas terhadap limpahan arus ekspor limbah sampah plastik dari negara maju. Tidak hanya yang ilegal, tetapi juga yang masuk dengan resmi.

BISNIS | CAESAR AKBAR

 
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus