Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Solidaritas Perempuan mencatat sepanjang 2019 sampai dengan 2024, lebih dari 1.800 orang buruh migran Indonesia terindikasi kuat sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Temuan kasus Solidaritas Perempuan bahkan menyebut ada peningkatan tren migrasi nonprosedural di sektor pekerja informal sebesar 87 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam risetnya, SBMI mengungkapkan adanya kesenjangan antara Protokol Palermo dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dalam hal pembuktian eksploitasi. Perbedaan ini menunjukkan perlunya harmonisasi hukum nasional dengan standar internasional untuk meningkatkan efektivitas penanganan TPPO di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Negara harus lebih serius dalam menangani tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 1 Agustus 2024.
Hariyanto mengatakan pemerintah harus meningkatkan pengawasan, penindakan, dan pemulihan untuk meminimalisasi kasus TPPO. Dia mengimbau jangan hanya menindak eksekutor di lapangan, tetapi juga harus mengungkap siapa pemegang kendali di balik kejahatan ini. Sebab, TPPO merupakan kejahatan yang terorganisasi dan membutuhkan pendekatan yang komprehensif untuk penanganannya.
Berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), 88,4 persen korban perdagangan orang adalah perempuan, dengan 91 persen di antaranya dewasa, 95 persen mengalami eksploitasi kerja paksa dan 5 persen mengalami eksploitasi seksual. Pada 2023, ada 344 kasus perdagangan orang, dengan 76 persen korban laki-laki dan 24 persen perempuan.
Pada 2024, Indonesia memang naik ke tier 2 dalam laporan TPPO Kementerian Luar Negeri AS, setelah sebelumnya berada di tier 2 watchlist. Hal ini mencerminkan perbaikan dalam perlindungan, pencegahan, dan penuntutan kasus TPPO.
Meskipun begitu, masih ada 14 rekomendasi prioritas, seperti revisi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 untuk menghapus persyaratan demonstrasi kekerasan, penipuan, atau pemaksaan dalam perdagangan seks anak. Indonesia juga masih harus meningkatkan upaya penyelidikan dan penuntutan terhadap kejahatan perdagangan manusia.
Selanjutnya baca: 7 Tuntutan ke Pemerintah
Untuk mengatasi masalah perdagangan orang di Indonesia, SBMI dan Solidaritas Perempuan menyampaikan tujuh tuntutan utama kepada pemerintah:
1. Pemerintah harus mengimplementasikan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, beserta turunannya secara maksimal;
2. Pemerintah harus bisa memastikan gugus tugas TPPO dapat mencegah TPPO dan penanganan TPPO yang berkeadilan, menjunjung tinggi HAM, serta berdampak nyata bagi buruh migran indonesia;
3. Pemerintah harus segera memperbaiki tata kelola penanganan buruh migran yang menjadi Korban TPPO, hingga ke tingkat pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota);
4. Pemerintah harus memastikan setiap buruh migran Indonesia mendapat perlindungan dari segala bentuk TPPO di negara penempatan;
5. Pemerintah memastikan dan menjamin pemenuhan hak restitusi dan reintegrasi bagi korban TPPO;
6. Pemerintah harus segera mengeluarkan SK pencabutan peraturan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 yang mendiskriminasi perempuan yang menjadi buruh migran di sektor informal;
7. Pemerintah segera melakukan koherensi kebijakan dan koordinasi lintas kementerian untuk memastikankebijakanperlindungan yang saling mendukung bagi buruh migran Infoensia dan menutus penyebab struktural bagi migrasi paksa yang berujung pada TPPO.