TIBA-TIBA Oska Setyana, penyiar Radio Australia Seksi Indonesia, muncul di layar televisi Australian Television International atau yang biasa disingkat Aus TV. ''Presiden Soeharto mengkritik pimpinan Golkar karena kurang berprestasi. Prestasi itu sehubungan dengan perolehan suara Golkar dalam pemilu yang lalu,'' katanya dalam siaran Radio Australia Bahasa News di Aus TV Jumat pekan lalu. Setiap hari Aus TV menyiarkan acara ini pada pukul 18.00 WIB. Usai membacakan berita singkat tentang Munas Golkar yang sedang berlangsung di Jakarta itu, Oska beralih kepada pernyataan Menlu Australia Gareth Evans tentang kecenderungan Australia untuk mengisolasi diri. Kemudian sebagai berita terakhir Oska meyampaikan laporan tentang Sekjen PBB Boutros- Boutros Ghali yang akan berkunjung ke Somalia. ''Demikianlah Sari Berita Radio Australia untuk hari ini,'' katanya menutup siaran singkat itu. Sejak pertengahan Oktober, Aus TV memang menyiarkan berita dalam bahasa Indonesia, Mandarin, dan Kanton. Ini merupakan strategi Australia untuk melakukan pendekatan dengan kawasan Asia. ''Kalau langkah pertama ini berhasil, acara ini akan ditambah,'' kata David Hill, Direktur Utama Australian Broadcasting Corporation, induk Aus TV. Tujuan berita ''bahasa asing'' itu untuk membantu para pemirsa di kawasan Asia yang menghadapi kesulitan dengan berita bahasa Inggris. Dipilihnya tiga bahasa yang dianggap representatif. Bahasa Indonesia bisa dimengerti oleh penduduk Indonesia, sebagian orang Singapura dan Malaysia. Bahasa Mandarin dan bahasa Guangdong untuk daratan Cina, Singapura, dan negara Indocina lainnya. Menurut Hill, sambutan terhadap Aus TV cukup menggembirakan karena beberapa stasiun televisi di Asia, seperti Filipina, Singapura, Thailand, Singapura, dan Laos, sudah meminta siaran ulang. Sedangkan prospek di Indonesia, kata Hill, cukup positif karena Aus TV membonceng nama Radio Australia yang sudah punya kelompok pendengar di Indonesia. Masalahnya, hanya pemilik parabola saja yang bisa menangkap Aus TV. Tentu tak ada jaminan bahwa semua pemilik parabola itu akan mengalihkan perhatian ke Aus TV setiap pukul 18.00 untuk mendengar berita bahasa Indonesia. Apalagi ternyata tak banyak yang bisa disuguhkan dalam masa siar yang hanya dua menit itu. Maka, wajar jika berita-berita bahasa Indonesia Aus TV tidak lebih dari straight news untuk sekadar menggambarkan terjadinya suatu peristiwa sesuatu yang kurang menarik bagi pemirsa Indonesia. Berita tentang Golkar itu, misalnya, sama sekali tak menyinggung soal dikotomi sipil-militer yang justru sedang hangat dibicarakan yang biasanya jadi bahan menarik untuk dikaji oleh pers asing. Adakah mereka berhati-hati supaya tak tergelincir? Memang, ada ganjalan dalam hubungan wartawan Australia dengan pemerintah Indonesia. Ganjalan itu bermula dari terbunuhnya lima wartawan Australia di Balibo, Tim-Tim, pada tahun 1975. Lalu tahun 1980, wartawan ABC, Warwick Beutler, diusir dari Indonesia karena berita-berita ABC dianggap mendiskreditkan pemerintah Indonesia. Puncak kekisruhan adalah ulah David Jenkins dengan tulisannya di koran The Sydney Morning Herald edisi 10 April 1986, yang dinilai menghina Kepala Negara dan keluarganya. Mungkin itu sebabnya tak banyak yang bisa diharapkan dari Aus TV. Jika mereka mencoba menyuguhkan lebih banyak ''sisi lain'', tentu makin besar pula kemungkinan untuk tergelincir. Namun, menurut pihak Aus TV, tak ada masalah dalam pemberitaan tentang Indonesia. ''Kalau suatu berita mempunyai implikasi yang dalam, kami akan tetap menyampaikannya. Kami akan berpegang pada kebenaran, tanpa memberi warna atau bumbu,'' kata Ben Hawkke, Manajer Umum Aus TV. Artinya, Aus TV anti sensor atas berita- berita yang mungkin bisa menyinggung pemerintah dan masyarakat Indonesia. Untuk mengurangi risiko, Aus TV sengaja merekrut sembilan penyiar Radio Australia Seksi Indonesia yang sudah berpengalaman. Paling tidak mereka bakal mampu menetralisasi berita-berita yang sensitif. ''Tim Seksi Indonesia itu terdiri dari orang- orang yang kompeten dan berintegritas. Saya percaya penuh pada mereka,'' kata Hill. Lagi pula, berita yang akan disiarkan sudah melewati proses saringan yang cukup panjang. Mula-mula adalah berita dari kantor berita yang diolah jadi berita televisi dalam bahasa Inggris oleh newsroom Aus TV sebelum diserahkan kepada Seksi Indonesia untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Namun, jika ada hal-hal yang meragukan, setiap wartawan di Seksi Indonesia punya akses untuk konfirmasi langsung dan mengubah berita. Salah seorang wartawan kawakan Nuim Khaiyah, yang sudah bertugas di Radio Australia selama 20 tahun lebih, yakin tak bakal ada masalah. ''Yang kami sajikan adalah berita seperti apa adanya,'' kata bekas wartawan yang mendapat pujian ketika meliput pertandingan Pra-Piala Dunia antara Indonesia dan Selandia Baru tahun 1973. Bagaimanapun, siaran bahasa Indonesia itu selayaknya disambut gembira. ''Tidak perlu lagi curiga dengan siaran seperti itu, toh bisa membuat bahasa Indonesia akan makin berkembang,'' komentar Dr. Hasan Alwi, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Liston P. Siregar, Bina Bektiati (Jakarta), dan Dewi Anggraeni (Melbourne)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini