Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Gresik - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jawa, Bali dan Nusa Tenggara atau Jabanusa, Ali Masyhar, mengatakan produksi minyak dan gas bumi terus menurun karena memang bukan sumber daya alam yang dapat diperbarui.
Untuk memaksimalkan produksi yang kian menurun itu, SKK Migas berupaya menggenjot kapasitas yang dihasilkan 32 perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di wilayah Jawa Timur. Namun dari jumlah tersebut, KKKS yang sudah berproduksi baru 16.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca: Dalam 10 Tahun Mendatang, 50 Proyek Hulu Migas Mulai Berproduksi
Walupun mengalami penurunan produksi migas, kata Ali, lapangan di Jawa Timur masih mampu menyumbang 30 persen dari 800 ribu Barrel of Day (BoD) kebutuhan nasional. “Saat ini produksi tertinggi di Blok Cepu dan diupayakan terus bertambah. Namun, untuk meningkatkan kapasitas produksi membutuhkan biaya tak sedikit,” kata Ali di Gresik, Kamis, 10 Mei 2018.
Ali mengimbuhkan konsumsi minyak bumi nasional saat ini mencapai 1,6 juta BoD. Namun yang mampu dihasilkan dari dalam negeri baru 800 juta BoD. “Artinya, separuhnya masih harus kami impor,” kata dia.
Jika tidak segera ditemukan lagi lapangan minyak bumi baru ataupun energi alternatif, kebutuhan impor akan semakin besar. Akibatnya, devisa negara bisa tergerus ke sektor migas. “Devisa bisa ngos-ngosan bila tidak segera dicarikan solusinya,” ujar Ali.
Ali berujar jenis lapangan di wilayah Jawa Timur lebih banyak berupa gas. Meski demikian tidak semua temuan bisa langsung dieksploitasi lantaran masih harus menunggu pembeli lebih dahulu. Jawa Timur masih menyimpan potensi gas besar dari lapangan lepas pantai yang dikelola Kangean Energy Indonesia dan Husky CNOOC Madura Limited (HCML) dan Petronas.
“Ada empat lapangan Husky yang siap berproduksi, potensinya cukup besar. Ke depan Husky akan menjadi backbone dalam penyediaan gas bumi bagi Jawa Timur,” tutur Ali.
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak Bumi SKK Migas Waras Budi Santoso mengatakan banyak faktor penghambat eksplorasi dan eksploitasi gas. Ketidaktepatan jadwal produksi ini bisa mengalihkan kebutuhan energinya dari gas ke solar atau batubara.
Ia mencontohkan HCML yang telah memproduksi gas di perairan Sampang, Madura sejak 2017 namun belum semua gasnya terserap pasar. HCML juga berancang-ancang mengeksploitasi gas di lapangan lepas pantai Sumenep. Diharapkan pada 2019 bisa memenuhi kebutuhan konsumen. “Pemerintah sudah berupaya melakukan deregulasi agar rantai perizinan dalam industri hulu migas tidak menjadi hambatan,” kata Waras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini