Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penulis kondang tanah air, Tere Liye marah-marah di media sosial setelah mendapati sejumlah toko online di marketplace menjual buku bajakan. Saking kesalnya, penulis buku Negeri Para Bedebah ini bahkan menyebut pembeli buku bajakan adalah orang-orang yang bodoh. Tere Liye tidak akan menarik atau merevisi tulisannya tersebut meski akan diboikot oleh pembaca bukunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pembeli buku bajakan adalah orang2 GOBLOK! Simpel. Kalimat itu tidak akan direvisi,” tulis Tere Liye di Facebook baru-baru ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tere Liye, jika tidak memiliki cukup uang untuk membeli buku orisinal, dari pada membeli buku bajakan lebih baik meminjam saja atau mengunduh aplikasi Ipusnas, dengan begitu setidaknya tidak memberikan keuntungan untuk pembajak buku. “Gratis malah bacanya. Ada yang gratis, kamu malah beli bajakan. Bikin kaya pembajak dan marketplace. Kan goblok banget,” ungkap Tere Liye, pada 25 Mei 2021.
Membeli buku bajakan, menurut Tere Liye jelas merugikan penulis, ilustrator, editor, penerbit dan bahkan pajak negara lantaran tidak ada keuntungan yang masuk ke pihak yang berhak, “Itu duit 100% lari ke pembajak semua,” tutur Tere. Dirinya mengaku kesal atas respons netizen yang berkomentar untuk menyudutkan penulis yang bersuara soal pembajakan buku.
“Tapi lihat penulis buku dibajak, kamu komen sok bijak sekali: ‘anggap saja amal’. Dasar goblok, kezaliman massal dilakukan di depanmu, kamu sok bijak. Agama-mu ngajarin apa saat melihat perampok? Atau kamu bagian dari perampok ini?” tulis Tere Liye.
Tere Liye tidak takut kehilangan pembaca setia yang membeli buku orisinalnya, sebab bagi mereka ungkapan kekesalan Tere Liye tidak mempengaruhi mereka yang membeli buku asli. “Kamu tidak terima kata goblok-nya? Sssttt, kalau kamu tidak membeli buku bajakan, kamu akan baik2 saja. Ngapain harus baper, tersinggung,” tulisnya.
Bahkan jika para pembaca karyanya yang membeli buku-bukunya tersebut dari pembajak buku memboikotnya, Tere Liye mengatakan agar tidak usah ragu-ragu. “Masih banyak pembaca yg bahkan masih SD tahu mana bajakan mana bukan, dan ogah beli buku bajakan.”
Beberapa netizen berkomentar miring soal tulisan Tere Liye di media sosial tersebut, namun bagi Tere Liye, itu bukan kali pertama dirinya mendapat cibiran dari netizen atas apa yang disuarakannya. Pada 2017 lalu, saat dirinya menyuarakan soal pajak penulis dan pajak pekerja seni, banyak penulis lain yang malah menyerang balik Tere Liye. Dirinya sempat disebut berlebihan karena pernah akan berhenti menerbitkan buku gara-gara persoalan pajak. “Tere Liye itu sok suci, dia itu jahat, pansos, penjiplak, tidak menghargai ilustrator, dan semua daftar dosa lainnya,” kenang Tere Liye melalui tulisannya.
“Saat penulis akhirnya bisa pakai NPPN, pajaknya sudah dianggap sama dengan lawyer, akuntan, dokter dan profesi lain, tidak lagi bayar dobel, siapa yg menikmati semua perjuangan itu? Penulis. Saat PPN buku benar2 telah dihapuskan. Siapa yg menikmati? Semua pihak,” ungkapnya lebih lanjut.
Menurut Tere Liye, kasus tahun 2017 tersebut tak jauh berbeda dengan yang dialaminya saat ia menyuarakan soal pembajakan buku, bahkan ada yang mengaku penulis yang yang malah sibuk mencibir dirinya. “Dan lagi2 bikin daftar dosa Tere Liye. Duh, kamu benar2 tdk paham, besok lusa, semua penulis akan diuntungkan saat bajakan hilang di marketplace. Semua pekerja kreatif akan diuntungkan saat kesadaran masyarakat tumbuh.”
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Tere Liye Kritik Warganet, Ini Kata Psikolog