Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Ketenagakerjaan atau Wamenaker Immanuel Ebenezer atau Noel menyayangkan keputusan tim kurator menghentikan operasi PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) setelah pailit. Sebab, kata Noel, pemailitan itu kini mengakibatkan lebih dari 10 ribu orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Noel mengatakan pemailitan yang efektif berlaku per 1 Maret 2025 itu memang merupakan hak tim kurator. "Secara normatif hal itu memang hak kurator. Namun keputusan PHK Sritex tidak memperhatikan aspek sosial," kata Noel melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Noel, tim kurator Sritex seharusnya memperhatikan konsekuensi pemailitan bagi ekosistem buruh dan masyarakat setempat. Apalagi, kata dia, setiap putusan hukum sepatutnya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial.
Dia pun mempertanyakan apakah kurator telah melibatkan ahli ekonomi dan produk tekstil serta ahli keuangan dalam pemailitan Sritex. Sebab, Noel menilai masih ada opsi menjaga kelangsungan usaha atau going concern selain PHK.
Jika melakukan going concern, sebuah perusahaan diasumsikan akan mampu menjaga operasinya dan bangkit kembali setelah pailit. Kemampuan perusahaan untuk bangkit, menurut Noel, lebih relevan menjadi wilayah ahli ekonomi di bidang perusahaan terkait beroperasi.
Dia mengklaim pemerintah dan manajemen Sritex sudah berusaha agar menjaga kelangsungan usaha dengan going concern. "Demi buruh, kelangsungan usaha adalah pilihan ideal."
Noel pun menyatakan para ahli harus mulai memilirkan bagaimana aspek sosial juga masuk dalam pertimbangan kurator. "Perlu keseimbangan pertimbangan teknis ekonomi dan sosial. Jangan sampai, perusahaan sesungguhnya masih bisa bangkit, namun diputus pailit," ujar dia.
Tim kurator Sritex sebelumnya menilai pailit dan penghentian operasi perusahaan tekstil tersebut dilakukan berdasarkan kondisi yang terjadi. Kondisi saat ini, menurut mereka, tidak memungkinkan Sritex untuk going concern.
Debitur dan kurator pailit menilai Sritex dalam kondisi tidak memiliki cukup dana untuk melunasi utang sehingga tidak dapat melakukan keberlanjutan usaha atau going concern. "Tidak mungkin dijalankan going concern dengan kondisi yang telah dipaparkan oleh kurator maupun debitur pailit," kata Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang, Haruno Patriadi, dalam rapat kreditur kepailitan PT Sritex di Semarang, Jumat, 28 Februari 2025 seperti diberitakan Antara.
Jumlah total karyawan dan pekerja Sritex Group yang terkena PHK akibat putusan pailit mencapai 10.665 orang. Gelombang PHK itu terhitung sejak Januari hingga akhir Februari 2025. Jumlah tersebut berasal dari pekerja di empat perusahaan Sritex Group, yakni PT Sritex Sukoharjo, PT Bitratex Semarang, PT Sinar Panja Jaya Semarang, dan PT Primayuda Boyolali.
Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini.