Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Semarang meminta penyelamatan PT Sritex berorientasi pada buruh dan lingkungan. Industri tekstil di Kabupaten Sukoharjo tersebut mengalami pailit dan pemerintah sedang menempuh opsi untuk menyelamatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan pailit terhadap Sritex berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja atau PHK puluhan ribu karyawan. Serta diprediksi berpengaruh terhadap sejumlah anak perusahaan Sritex seperti PT Rayon Utama Makmur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT RUM memproduksi serat rayon dan kapas sintetis beroperasi sejak 2017 lalu. "Justru mengeluarkan pencemaran lingkungan berupa bau busuk dan limbah cair di sungai Gupit anak Bengawan Solo," kata Pengacara LBH Semarang, Nico Wauran, pada Jumat, 8 November 2024.
Akibatnya, warga sekitar mengalami gangguan pernapasan, pusing, mual-mual, dan pingsan. "Warga merasakan bau busuk yang belum pernah dirasakan sebelum pabrik RUM berdiri," sebutnya.
Warga sekitar berulang kali memprotes pencemaran tersebut. Mereka juga menggugat PT RUM di Pengadilan Negeri Sukoharjo hingga Mahkamah Agung namun ditolak. Sejak Juni 2022 PT RUM berhenti beroperasi.
Menanggapi upaya penyelamatan Sritex oleh pemerintah, LBH Semarang menuntut langkah itu harus berorientasi pada penyelamatan buruh. "Terkait hak-hak buruh dan kepastian kerja untuk kehidupan yang layak bagi buruh," ujar Nico.
Kemudian memastikan tidak menimbulkan masalah pencemaran lingkungan baru. "Harus memastikan bahwa PT RUM (Sritex Group) tidak akan beroperasi dan melakukan pencemaran lingkungan kembali," tuturnya.
Pilihan Editor: Sritex Dinyatakan Pailit, Apa Saja Faktor Penyebab Pailit?