Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Serangan otak yang disertai kelumpuhan alias stroke makin sering terjadi pada masyarakat Indonesia. Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Mursyid Bustami mengatakan, berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan penggunaan Kartu Jakarta Sehat sepanjang tahun lalu, stroke merupakan penyakit mematikan nomor empat setelah jantung, kanker, dan gangguan ginjal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jumlah kasus penderita stroke memang lebih sedikit dibanding penyakit jantung. Stroke disebut kalah pamor. Mursyid mengatakan biaya penanganan stroke sebenarnya bisa lebih tinggi 30 persen jika dibandingkan dengan penyakit jantung. Dalam penanganan stroke, ada istilah golden period selama 4,5 jam. Itulah masa paling krusial yang menentukan nasib pasien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia menambahkan, penentuan golden period didasari fakta bahwa tidak ada pertolongan pertama yang bisa dilakukan pihak keluarga saat stroke datang, kecuali melarikannya ke rumah sakit. Jika dalam waktu kurang dari 4,5 jam Anda bisa membawa pasien ke rumah sakit, kemungkinan selamat dan pulih sangat besar. Kendala lain yang dihadapi keluarga pasien adalah tidak semua rumah sakit memiliki peralatan memadai untuk merawat penderita stroke.
"Karenanya, pemerintah kini membangun pusat-pusat rujukan nasional di setiap provinsi. Pasien yang datang kurang dari 4,5 jam mesti menjalani CT scan. Masalahnya, tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas CT scan," kata Mursyid dalam kampanye Strike Back at Stroke bersama PT Kalbe Farma, Central Park, dan Neo Soho Mall, Jakarta, pekan ini.
Selain itu, jumlah dokter spesialis saraf di Indonesia masih sangat terbatas. Negeri ini hanya punya sekitar 2.000 dokter. Itu pun tidak merata. Di Jakarta, ada 250 dokter spesialis saraf. Selebihnya tersebar di seluruh Indonesia. Mirisnya, kata Mursyid, di Papua tidak lebih dari lima orang. Begitu pula jumlah dokter bedah saraf di sana.
Kondisi ini diperburuk dengan fakta bahwa angka kematian akibat stroke meninggi pada 2014, yakni mencapai 23 persen. Sedangkan penyakit jantung dan infeksi saluran pernapasan, baik pada laki-laki maupun perempuan, berada di bawahnya. Melengkapi pernyataan Mursyid, Ketua Yayasan Indonesia Stroke Society Adin Nulkhasanah menyebut kesadaran keluarga Indonesia dalam mengenali faktor risiko stroke masih rendah.
"Faktor risikonya adalah hipertensi, kadar kolesterol dalam darah yang tinggi, diabetes, merokok, dan kurang olahraga. Orang lebih banyak melakukan aktivitas duduk daripada bergerak aktif. Orang lebih senang bermain gawai ketimbang melakukan aktivitas fisik bersama teman di luar ruangan," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Farma PT Kalbe Farma Tbk Michael Buyung menyatakan, "Kami terus berkomitmen meningkatkan kesehatan keluarga Indonesia, khususnya dalam melawan stroke. Tahun lalu, kami meluncurkan Peptibren, nutrisi cair khusus yang diformulasikan untuk pasien stroke dan penderita gangguan neurologis."