Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal pada Minggu, 19 Juli 2020 dalam usia 80 tahun. Sapardi Djoko Damono menghasilkan banyak karya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sapardi Djoko Damono membuat puisi, menulis novel, membuat cerita pendek atau cerpen, menerjemahkan karya sastra, mengajar, dan lain sebagainya. Puisinya yang amat mengena untuk berbagai kalangan, tak terkecuali pasangan yang sedang dimabuk cinta.
Berikut lima puisi cinta karya Sapardi Djoko Damono yang populer di masyarakat. Kamu pasti pernah membacakannya untuk sang kekasih atau paling tidak mendengarnya dan terpesona.
- Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu.
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu.
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu.
Hujan Bulan Juni merupakan novel karya Sapardi Djoko Damono yang berisi kumpulan puisi, sajak, dan cerita. Terbit pada 1994. Hujan Bulan Juni pernah diadaptasi menjadi film pada tahun 2017 dengan judul yang sama. Film ini diperankan oleh Adipati Dolken dan Velove Vexia. - Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Aku Ingin merupakan salah satu puisi yang ada di dalam buku Hujan Bulan Juni. Kata-katanya begitu romantis dan mengisyaratkan arti sebuah pengorbanan. - Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta
Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjadi aku
Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta ada dalam buku karya Sapardi berjudul Melipat Jarak. Buku yang terbit pada 2015 ini merangkup sejumlah karya Sapardi yang dibuat selama sepuluh tahun terakhir, atau dari 1995. - Pada Suatu Hari Nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari
Puisi ini juga hadir di Hujan Bulan Juni, dan semakin menjadikan buku tersebut sebagai salah satu karya fenomenal Sapardi Djoko Damono. - Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi.
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Puisi ini hadir dalam buku kumpulan puisi Perahu Kertas yang terbit pada 1983
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini